Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Saturday 16 May 2009

Pendidikan Anak Usia Dini, Anggaran Minim

Usia 0-6 tahun merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan otak manusia. Kajian ilmiah membuktikan, kapasitas rata-rata kecerdasan anak mencapai 50 persen pada usia empat tahun.
Lalu, bagaimana pendidikan anak usia dini (PAUD) di tanah air.

Pencapaian kecerdasan tidak berlaku mutlak dan sama bagi setiap anak. Semua sangat dipengaruhi stimulasi atau rangsangan yang diterima otak masing-masing anak. Otak yang jarang dirangsang bekerja akan membuat jaringannya tak berkembang maksimal. Akibatnya, potensi kecerdasan sang anak akan tertahan. Dalam konteks “masa rawan” inilah, pendidikan anak usia dini (PAUD) menemukan momentumnya.

Sedemikian pentingnya pelaksanaan PAUD itu, keberadaannya dikuatkan dengan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Di sana diatur bahwa PAUD dapat diselenggarakan melalui tiga alternatif jalur pendidikan.
Pertama, jalur formal yang mencakup taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), dan bustanul athfal (BA). Kedua, jalur nonformal, misalnya kelompok bermain (KB)/play group, taman penitipan anak (TPA), dan PAUD terintegrasi bina keluarga balita (BKB)/ posyandu. Ketiga, jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan lingkungan.

Hasil survei BPS dan Depdiknas 2006 menemukan, hanya 4,96 juta anak usia dini yang sudah memperoleh akses terhadap PAUD, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Itu hanya mencakup 17,65 persen di antara total 28,1 juta anak Indonesia yang termasuk kategori 0-6 tahun.

Ironisnya, hasil survei 2001 juga menunjukkan data yang hampir sama. Di antara 26,1 juta anak usia dini, baru 17,68 persen yang mendapatkan pelayanan dari PAUD. Dengan demikian, sepanjang 2001-2006, belum ada kemajuan yang signifikan dalam pelaksanaan PAUD di Indonesia.

Jadi, jangan kaget bila ternyata dalam lingkup ASEAN saja, angka partisipasi PAUD di negara ini masih berada di bawah Filipina (27 persen) dan Vietnam (43 persen). Bahkan, kalah jauh dibandingkan Thailand (86 persen) dan Malaysia (89 persen). Padahal, sepanjang 2001-2006, meski terbatas, porsi anggaran Depdiknas untuk PAUD terus meningkat. Dari hanya Rp 13,8 miliar pada 2000 menjadi Rp 37,9 miliar pada 2001 dan terus merayap naik hingga Rp 144 miliar pada 2006. Bahkan, untuk 2007 ini, anggarannya dinaikkan mencapai Rp 199 miliar.

Tidak optimalnya perkembangan PAUD di Indonesia, pada gilirannya, dikembalikan pada minimnya ketersediaan anggaran. Peningkatan anggaran PAUD dari tahun ke tahun tetap dianggap belum cukup memadai.

“DPR dan pemerintah sebenarnya sangat paham itu. Tapi, bicara APBN, prioritas kami masih tetap pada upaya penuntasan Wajar Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar, Red) 9 Tahun mulai 2008,” kata Wakil Ketua Komisi X Anwar Arifin di Gedung DPR RI seusai rapat kerja dengan Mendiknas Bambang Sudibyo Senin (25/6) lalu.

Dia menjelaskan, DPR tengah mendorong pemerintah untuk membuat skenario pengalokasian anggaran Depdiknas 2008 secara progresif. Depdiknas diarahkan agar mengalokasikan 60 persen anggarannya.

Wakil Ketua Komisi X Heri Akhmadi menyampaikan, pelaksanaan PAUD sebenarnya bisa dilakukan secara terpadu, misalnya dengan mengintegrasikannya ke posyandu. Pentingnya PAUD, imbuh dia, bisa disosialisasikan kepada para orang tua.

“Ini bisa dimanfaatkan untuk menyiasati minimnya anggaran dan fasilitas. Sekali merengkuh dayung, kesehatan anak terjaga dan hak anak atas PAUD juga terpenuhi,” katanya.

Anggota Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) dari Bengkulu Eni Khairani mengungkapkan, pelaksanaan PAUD bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga harus ikut menyosialisasikan dan memantau pelaksanaan PAUD.

“Intinya, PAUD itu merangsang otak anak. Kalau paham caranya, PAUD bisa dilakukan secara sederhana dan murah.” Dia justru mengkritik banyaknya lembaga pelaksana PAUD yang mahal, elitis, dan substansinya cenderung mulai menyimpang. (Priyo Handoko)

(Friday, 29 June 2007, Indo Pos, Page : 3, Size : 861.25 mmc Circulation : 75,064, Author: Unknown)
sumber: http://www.ypha.or.id/information.php?subaction=showfull&id=1183116641&archive=&start_from=&ucat=2&

No comments:

Post a Comment

Renungan :

Setiap Anak terlahir JENIUS. Kadang 6 tahun pertama, para orang tua membuatnya tidak menjadi jenius.
(Bukminster Fuller)

MATAHARI EDUCARES