Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Tuesday 26 May 2009

5 Tahap Metode Glenn Doman

Tahap Pertama : kata-kata tunggal

Mulailah dengan menggunakan hanya 15 kata tunggal. Pilih kata-kata tunggal yang akrab dengan kehidupan si kecil atau nama anggota keluarga, hewan-hewan favorit, benda-benda di dalam rumah, dan sebagainya. Misal mama, papa, kakek, nenek, kakak, adik.

Buat kata-kata tunggal tersebut dengan karton berukuran 15X50 cm
Tunjukkan padanya kata “mama”. Biarkan si kecil melihatnya tidak lebih dari 1 detik. Jangan berikan penjelasan atau perincian apapun kepadanya. Kemudian tunjukkan kata bertuliskan “papa” dan katakan, “Ini bacanya papa.” Tunjukkan 3 kata lainnya persis dengan cara yang sama. Setelah kata kelima, peluk dan ciumlah si kecil dengan penuh kasih sebagai rasa ungkapan cinta Anda. Jangan lupa katakan pada si kecil, betapa ia hebat dan pintar dan betapa Anda senang mengajarinya.

Saat Bapak-Ibu menunjukkan kartu-kartu itu sebaiknya diambil dari belakang sehingga Anda dapat membaca bagian sudut kiri atas yang terdapat kata tunggal yang diperlihatkan pada si kecil. Jadi, ketika Bapak-Ibu mengucapkan kata itu, Anda bisa memusatkan perhatian pada wajah si kecil. Cara ini efektif untuk melihat ekspresi wajah si kecil juga agar perhatian dan semangat Anda tertuju hanya pada si kecil Jangan sekali-sekali meminta si kecil untuk mengulangi kata-kata yang Anda ucapkan

Ulangi tahapan tersebut tiga kali pada hari pertama. Pastikan agar urutan kartu yang Anda tunjukkan pada si kecil berbeda setiap kali. Untuk itu sebaiknya kartu diacak atau dikocok setiap kali Bapak-Ibu selesai membacakan.

Hari kedua, ulangi 5 kata yang sudah dibacakan sebelumnya sebanyak 3 kali. Tambahkan kelompok kata kedua yang terdiri dari 5 kata tunggal baru. Kelompok kata baru ini seperti tahapan sebelumnya diperlihatkan dan dibacakan 3 kali sepanjang hari. Beristirahatlah diantara setiap kumpulan kata baru, kira-kira 15 menit.

Pada hari ketiga, tambahkan kelompok kata ketiga yang terdiri dari 5 kata baru. Cara yang dilakukan sama seperti diatas. Jangan lupa, pada akhir setiap pelajaran untuk mendekap dan memeluk si kecil dan katakana dia sangat pintar dan Anda sangat bangga dan sangat mencintainya.

Dengan 15 kata tunggal yang Anda perlihatkan dan bacakan membuat si kecil terlatih indera penglihatannya. Yang lebih penting lagi dengan kegiatan membaca ini si kecil melatih otaknya cukup baik untuk membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya. Anak juga telah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: bisa membaca kata-kata dengan bantuan dan segenap kasih sayang kedua orangtuanya.

Setelah 3 kelompok kata pertama diperlihatkan pada si kecil selama 5 hari, Bapak-Ibu bisa menambahkan kata-kata baru dan mengeluarkan kata-kata lama dari setiap kelompok yang diajarkan selama 5 hari dengan menggantinya dengan kata baru di setiap kelompok.

Buatlah program harian untuk menunjukkan semangat Anda dalam mengajari si kecil membaca.

Metode Glenn Doman Tahap Kedua: Gabungan Dua Kata

Anda sudah mengenalkan banyak kata-kata tunggal pada si kecil. Tahapan berikutnya adalah memperkenalkan gabungan dua kata. Pengenalan gabungan dua kata ini merupakan langkah penting karena ini awal si kecil mengenal kalimat. Gabungan dua kata ini akan membantu si kecil melangkah ke tahap berikutnya dengan lebih mudah. Sebelum memulai tahapan ini, Bapak-Ibu bisa meninjau kembali perbendaharaan kata yang sudah diajarkan sehingga Anda bisa menggunakan kata-kata tersebut menjadi gabungan kata. Untuk memudahkan tahap ini, coba Anda masukkan satu kelompok kata yang sangat mudah diajarkan dan sangat akrab dengan si kecil, yakni warna.

Jangan lupa, di belakang kartu-kartu warna ini Bapak-Ibu gambarkan kotak dengan warna yang dimaksud. Bapak Ibu sebutkan kata-kata itu dan membalikkannya untuk menunjukkan warnanya. Anak-anak belajar warna dengan sangat cepat dan mudah dan dengan bersemangat akan menunjuk warna-warna itu dimana pun mereka berada. Setelah warna, warna dasar, Anda bisa melanjutkan untuk memperkenalkan sejumlah warna lain seperti nila, biru langit, hijau pupus, emas, perak dan sebagainya. Setelah itu, Anda bisa membuat gabungan kata-kata yang pertama.

Gabungan kata-kata ini akan mudah dipahami anak yang sudah mengenal kata-kata ini sebagai kata tunggal. Bagilah gabungan kata yang sudah Anda buat menjadi dua kelompok yang masing-masing terdiri dari lima gabungan kata. Tunjukkan setiap kelompok kata ini tiga kali sehari kepada si kecil selama 5 hari – bisa kurang dari lima hari. Setelah itu singkirkan satu gabungan kata dari setiap kelompok dan tambahkan satu gabungan kata baru dalam setiap kelompok dan singkirkan sebuah kata lama setiap harinya, persis sebelumnya.

Setelah melalui tahapan ini, Anda bisa melangkah ke pengenalan kata sifat. Untuk memudahkan umumnya kata sifat diajarkan berpasang-pasangan dengan lawan katanya.

Saat memperkenalkan kata sifat ini Bapak-Ibu bisa menambahkannya dengan gambar di bagian belakang kartu untuk menggambarkan idenya. Setelah itu Anda bisa menunjukkan gabungan dua kata.

Metode Glenn Doman Tahap Ketiga: Kalimat Sederhana

Setelah memperkenalkan gabungan kata dengan kontinu dan melihat si kecil antusias, Anda bisa melangkah ke tahapan pengenalan kalimat sederhana, sebuah kalimat yang terdiri dari gabungan kata yang sudah Anda ajarkan sebelumnya.

Ibu sedang memasak

Adik sedang membaca

Kakak sedang makan

Dengan perbendaharaan yang sudah Anda perkenalkan, banyak sekali gabungan kata yang membentuk kalimat sederhaan yang bisa dibuat dan diperkenalkan pada si kecil. Ada tiga cara efektif dan bagus untuk mengajarkan kalimat sederhana ini.

1. Gunakan kartu-kartu dengan kata-kata tunggal yang telah Bapak-Ibu buat sebelumnya lalu buatlah kartu dengan kata sedang. Bapak Ibu bisa duduk dan pegang lima kartu dengan kata sedang dan lima kartu dengan kata kerja. Ambil satu kartu dari setiap kelompok dan bentuklah sebuah kalimat. Bacakan kalimat itu kepada si kecil. Biarkan ia memilih satu kata dari setiap kelompok dan buatlah sebuah kalimat. Melibatkan si kecil akan membuatnya senang dan antusias. Bacakan kalimat itu kepada si kecil. Setelah itu buatlah tiga sampai lima kalimat bersama-sama. Bapak-ibu bisa melakukan permainan ini sesering yang diinginkan si kecil. Untuk membuat suasana belajar makin menyenangkan, Anda dan si kecil bisa mengganti kata benda dan kata kerjanya.

2. Dengan menggunakan kartu yang berukuran 10×50 cm, buatlah satu kelompok kata yang terdiri dari lima kalimat. Kurangi ukuran huruf-hurufnya agar satu kartu bisa memuat tiga atau empat kata. Jangan menuliskan kata-kata itu terlalu berdekatan, berilah jarak yang cukup diantara setiap kata. Perlihatkan kartu itu kepada si kecil sebanyak 3 kali setiap hari. Singkirkan dua kalimat lama setiap harinya. Si kecil akan belajar kalimat itu dengan sangat cepat sehingga Bapak-Ibu harus menyiapkan kalimat berikutnya dengan cepat pula.

3. Buatlah sebuah buku berisi kalimat-kalimat sederhana terdiri dari lima susunan kata-kata dengan sebuah gambar sederhana untuk setiap kalimat sederhana itu. Pertimbangkan ukuran kertas kartonnya. Jika kertas kartonn berukuran kira-kira 50×70cm, potonglah menjadi empat untuk membuat halaman buku berukuran 25×35cm. Pisahkan halaman untuk tulisan dan gambar. Nah, Anda bisa membuat buku harian pertama untuk buah hati Anda.

Untuk membuat ilustrasi pada kalimat-kalimat itu, Bapak-Ibu bisa menggunakan foto-foto si kecil pada kalimat kalimat sederhana intu sehingga menjadi lebih menarik dan membuat si kecil makin antusias.

Metode Glenn Doman Tahap Keempat: Kalimat Panjang

Setelah si kecil cukup “menguasai” kalimat-kalimat sederhana yang umumnya berbentuk pendek, hanya terdiri dari tiga gabungan kata, si kecil bisa mulai dikenalkan pada kalimat yang menyatakan pemikiran yang lebih lengkap. Anda bisa menggunakan prosedur dasar yang sama seperti saat memulai membuat kalimat. Hanya saja sekarang kita menggunakan lebih dari 3 kata.

Dari contoh-contoh kalimat di atas, Anda berarti perlu menambahkan kata-kata baru, yakni kata-kata bantu, seperti sebuah, di, itu, dengan dan lain-lain. Kata-kata ini tidak perlu diajarkan secara terpisah karena anak-anak akan mempelajarinya dalam konteks kalimat yang jelas dan masuk akal. Bila Anda sudah membuat kalimat-kalimat dengan empat kata dan menggunakan ketiga metode yang sudah dijelaskan di atas, Anda bisa menambahkan kata bantu seperti kata sifat dan kata keterangan. Setelah Anda mengajarkan kalimat dengan lima kata atau lebih maka kartu berukuran 10×50cm atau buku berukuran 25×35cm mulai tidak akan mampu lagi memuat tulisan Anda lagi. Karena itu lakukan hal berikut:

1. Kecilkan hurufnya
2. Tambahkan jumlah kata-katanya
3. Ganti warna tulisan dari merah menjadi hitam

Meski huruf-huruf dikecilkan tapi jangan terlampau kecil karena anak akan kesulitan melihatnya. Cobalah dengan huruf berukuran 2,5cm. Gunakan ini selama beberapa minggu. Jika tidak menimbulkan masalah Anda bisa menambah jumlah kata-katanya. Jika Bapak-Ibu menggunakan kalimat dengan lima kata lanjutkan dengan kalimat yang terdiri dari enam kata. Tetap gunakan huruf berukuran 2,5cm. Bila tidak ada masalah, kecilkan hurufnya menjadi kira-kira 2cm. Yang perlu diperhatikan oleh Anda adalah jangan pernah mengecilkan huruf-huruf dan menambah jumlah kata-katanya pada saat bersamaan.

Bila Bapak-Ibu mengecilkan hurufnya atau menambah kata-kata terlalu cepat, Anda akan melihat perhatian dan minat si kecil menurun. Mungkin anak akan berpaling dari tulisan ini dan hanya melihat Anda karena kartu atau halaman buku terlalu rumit baginya untuk dilihat. Bapak-Ibu jangan terburu-buru dalam proses ini. Selingi dengan acara bermain dan segelas susu frisianflag 123 / 456 .

Metode Glenn Doman Tahap Kelima: Buku-Buku

Anda sudah melewati serangkaian proses pembelajaran membaca, dari mulai pengenalan kata tunggal, gabungan kata, kalimat sederhana sampai kalimat dengan lima atau 6 kata. Langkat selanjutnya yang menjadi intinya adalah membaca buku. Si kecil sudah siap untuk membaca buku yang sebenarnya. Kemampuannya untuk menguasai kata-kata tunggal dengan tulisan yang besar, susunan kata-kata, ungkapan dan kalimat. Sekarang saatnya si kecil harus mampu membaca tulisan yang lebih kecil dan jumlah kata yang lebih banyak di setiap halaman buku. Ingatlah ketika Bapak-Ibu mengajarkannya membaca sebenarnya Anda telah menumbuhkan daya penglihatannya, sama seperti latihan olahraga membesarkan otot lengan.

Langkah awal pada tahapan ini adalah menyiapkan buku untuk mengajar si kecil membaca. Carilah buku dengan perbendaharaan kata yang sudah Anda ajarkan, seperti kata-kata tunggal, susunan kata-kata, dan ungkapan. Pilihan buku ini sangat penting dan harus memenuhi standar seperti berikut:

1. Buku itu memiliki perbendaharaan kata sebanyak lima puluh sampai seratus kata.
2. Buku itu berisi tidak lebih dari satu kalimat dalam satu halaman.
3. Tinggi tulisannya tidak boleh kurang dari 2 cm.
4. Teks harus mendahului dan terpisah dari gambar atau ilustrasinya.
5. Ilustrasi gambar juga harus menarik karena si kecil sedang memasuki tahap imajinasi dan fantasi.

Agar Metode Glenn Doman isa berhasil, pilihan buku juga sangat penting. Si kecil ingin membaca buku dengan alasan yang sama seperti para orangtua membaca buku. Si kecil akan berharap dengan membaca buku ia akan mendapatkan kegembiraan atau informasi atau keduanya. Anak akan suka cerita-cerita petulangan, dongeng, dan misteri yang ditulis dengan baik. Kalau menurut Anda buku itu menarik, si kecil juga akan menyukainya. Namun, bila Anda sendiri menganggap buku itu tidak menarik, si kecil pun mungkin akan sama seperti Anda, tidak tertarik pada buku tersebut.

Untuk membuat anak tertarik pada buku, perhatikan aturan berikut:

1. Pilihlah buku-buku yang menarik baginya.
2. Perkenalkan semua kata-kata baru sebagai kata-kata tunggal sebelum ia mulai membacanya.
3. Pilihkan buku yang teksnya besar dan jelas.
4. Pastikan anak membalik halaman buku untuk melihat ilustrasi yang mengikuti teks.

Nah, kini Bapak-Ibu sudah siap untuk memulai membaca buku itu bersama si kecil. Duduklah bersama dengan santai dan nyaman. Ingat, seperti tahapan pengenalan kata, jangan memaksakan anak kalau ia tidak sedang berminat. Anda harus memahami, anak masih mudah mengalihkan perhatiannya, Konsentrasinya mudah berubah. Jadi terkadang sulit mengajarnya duduk manis membaca buku. Bila anak mulai bosan, biarkan ia melakukan kegiatan lain. Jangan dipaksa! Kalau Anda menuntut bahkan memaksanya, anak akan memandang kegiatan membaca buku sebagai kegiatan tidak menyenangkan dan penuh beban. Kalau ini terjadi, sia-sialah tahapan-tahapan yang telah dilaluinya dengan penuh semangat dan kegembiraan serta segelas susu Frisian Flag 123 / 456.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&categoryID=2&articleID=249

Metode Glenn Doman — Program Bagi Anak Usia 48 Sampai 72 Bulan

Bila Bapak-Ibu baru memulai kegiatan belajar membaca ketika usia si kecil sudah menginjak 72 bulan atau 4 tahun, mulailah dengan kata-kata yang diminatinya. Mulailah dengan membuat kata-kata tunggal dari setiap alat yang ada di rumah jika anak Anda menyukai peralatan. Gunakan kamus dan carilah kata-kata yang sama artinya.

Misalnya ambillah kata “senang” dan buatlah daftar kata-kata yang berarti senang, seperti gembira, riang, bahagia.

Ingat, jangan memulai dengan kata-kata yang biasa seperti anggota keluarga, anggota tubuh, atau binatang peliharaan. Intinya, Bapak-Ibu harus memulai dengan bidang yang disenanginya sehingga kegiatan membaca ini bisa berjalan dengan menyenangkan. Menurut Metode Glenn Doman pada usia ini, anak sangat tertarik untuk membaca buku. Buatlah buku pribadi yang berisi kata-kata tunggal yang telah dipelajarinya.

Yang Anda harus pahami pada usia ini adalah:

1. Anak tidak akan menangkap suatu fakta begitu saja (kata-kata tunggal) secepat seorang bayi.
2. Anak tidak akan menyimpan suatu fakta semudah seorang bayi.
3. Anak akan mempunyai kesukaan dan ketidaksukaan yang terbentuk sangat kuat.
4. Anak perlu segera diperkenalkan dengan gabungan dua kata, kalimat sederhana, dan buku-buku agar dia bisa mengingat kata-kata tunggal yang pernah dilihatnya.
5. Anak yang harus merancang program kegiatan belajar membaca sendiri dengan memilih perbendaharaan kata yang dia sukai dan ingin dipelajari.

Setelah Anda mulai mengajarkannya membaca, yang pasti akan terjadi adalah: Bapak-Ibu akan merasa bahwa semua kegiatan belajar berlangsung dengan menyenangkan. Minumlah segelas susu Frisian Flag, anda berdua akan lebih bersemangat lagi mengajari putra-putri tercinta.

Melakukan Evaluasi Dengan Permainan

Anak-anak sangat suka belajar tetapi mereka sangat tidak suka dites. Percayalah. Anak-anak juga sama seperti orang dewasa yang melihat tes penuh dengan tekanan.

1. Mengajar seorang anak sama dengan memberinya hadiah yang menyenangkan.
2. Melakukan tes terhadap anak sama dengan meminta pembayaran di muka.
3. Semakin sering orangtua mengetesnya semakin lamban dia belajar dan semakin sedikit yang dia pelajari dan semakin bosan dia belajar.
4. Semakin sedikit orangtua mengetesnya semakin cepat si kecil belajar dan semakin banyak yang ingin ia pelajari.
5. Pengetahuan adalah hadiah paling berharga yang bisa Anda berikan pada si kecil.

Berikan pengetahuan itu sebanyak mungkin seperti Bapak-Ibu memberinya makanan bergizi.

Mengapa tidak boleh melakukan tes terhadap kegiatan belajar ini Sebenarnya apa yang dimaksud dengan tes? Tes adalah suatu usaha untuk mencari tahu apa yang tidak diketahui anak kecil. Karena itu, jangan pernah tes si kecil dengan menyuruhnya membacakan kartu-kartu yang Anda perlihatkan. “Ini bacanya apa?” sembari misalnya menunjukkan 2 gabungan kata.

Dengan mengetes anak, menandakan Anda tidak percaya kalau si kecil bisa membaca.
Karena itu, dalam tahapan membaca tidak pernah disarankan untuk mengulang perkataan
Bapak-Ibu ketika memperlihatkan kartu-kartu.

Alih-alih mengetes, Bapak-Ibu bisa melakukan evaluasi terhadap anak yang bentuknya adalah sebuah permainan memecahkan masalah. Seperti contoh, ambillah dua kartu yang disukainya. Misalnya, Bapak-Ibu memilih kartu yang bertuliskan kata “apel” dan “pisang”. Tanyakan pada si kecil, “Yang mana pisang?” ini adalah kesempatan yang bagus untuk bayi jika ia diminta melihat atau menyentuh kartu itu. Jika si kecil melihat atau menyentuh pada kartu pisang, Anda pasti merasa senang. Jika si kecil melihat atau menunjuk pada kartu yang lain, katakan, “Ini apel dan ini pisang” sembaru menunjukkan kartu-kartu itu.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=277&categoryID=2

Metode Glenn Doman — Program Bagi Anak Usia 30 Sampai 48 Bulan

Dalam Metode Glenn Doman ada tiga hal penting yang harus diingat Bapak-Ibu ketika memulai mengajarkan membaca pada usia ini:

1. Pilihlah kata-kata yang diminati anak. Pada usia ini anak Anda sudah menjadi seorang gadis atau laki-laki kecil. Kepribadiannya sudah lebih terbentuk. Begitu pula dengan minatnya. Cobalah untuk mengajaknya membuat dan membantu Anda merancang program kegiatan membaca.

2. Hindari kata-kata bagian tubuh (misalnya mata, hidung, pipi), ini terlalu sederhana dan membosankan mereka kalau Bapak-Ibu baru memulai mengajarinya membaca.

3. Mulailah dengan kata-kata paling diminatinya. Jika si kecil menyukai mobil, mulailah dengan kata-kata seputar dunia mobil.

garasi
sedan
truk

Pada usia ini si kecil tidak akan bisa mempelajari kata-kata tunggal secepat yang dilakukan seorang bayi usia 6 – 12 bulan. Tapi, Anda tidak perlu putus asa, anak masih bisa belajar dengan kecepatan yang mengagumkan. Hanya saja memang tidak secepat seperti kemampuan belajar seorang bayi.

Anda perlu menggunakan kalimat-kalimat sederhana dan buku-buku lebih cepat daripada dengan anak yang lebih muda. Susunan gabungan dua kata, kalimat-kalimat sederhana dan buku adalah cara yang ideal untuk mengulang perbendaharaan kata-kata lama dengan cara baru yang menyenangkan dan sangat bermanfaat bagi anak pada usia 30 sampai 48 bulan.


sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=276&categoryID=2

Metode Glenn Doman : Program Bagi Anak Usia 18 Sampai 30 Bulan

Ada tiga hal penting yang perlu diingat ketika mengajar anak usia ini.

1. Pilihlah kata-kata yang disukai anak. Bapak-Ibu harus memilih kata-kata untuk kegiatan belajar membaca ini dengan hati-hati. Pilihlah kata-kata yang sangat diinginkannya. Perkenalkan perbendaharaan kata-kata yang lebih luas mencakup benda-benda miliknya atau makanan yang disukainya. Anda juga bisa mengajarinya kata sifat dan kata keterangan, seperti:

manis
asin
baik
bagus

2. Mulailah kegiatan belajar membaca setahap demi setahap. Mulailah dengan satu kelompok kata saja yang terdiri dari 5 kata. Tunjukkan padanya secara sekilas satu per satu kata-kata itu. Ulangi lagi pada kesempatan yang baik ketika si kecil tengah merasa nyaman dan santai. Setelah beberapa hari tambahkan 1 kelompok kata lagi yang terdiri dari 5 kata. Kemudian secara perlahan perlihatkan kelompok kata baru berikutnya. Begitu seterusnya. Kata yang paling menarik minat anak usia ini adalah kata-kata yang ingin diucapkannya. Jadi pilihlah kata-kata yang diminatinya.

Setelah cukup banyak memperkenalkan kata-kata tunggal dan gabungan kata buatlah beberapa kalimat yang lucu. Jadi jangan sampai Bapak-Ibu membuat ribuan kata tunggal untuk membuat kalimat. Ingat, anak usia 18 sampai 30 bulan bukan lagi seorang bayi. Si kecil lebih menyukai kalimat daripada kata-kata tunggal.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=270&categoryID=2

Metode Glenn Doman–Program Bagi Bayi Usia 12 Sampai 18 Bulan

Jika Bapak-Ibu baru memulai mengajarkan membaca pada usia ini, harus dipahami anak usia ini umumnya sudah bisa berjalan atau merambat dengan berpegangan pada benda-benda di sekitarnya atau pada orang-orang untuk mulai melangkah sendiri. Sementara pada usia 18 bulan, si kecil sudah pandai berjalan bahkan berlari. Aktivitas si kecil pada usia 18 bulan sangat-sangat lincah bergerak kesana kemari. Ia akan makin giat mengeksplorasi lingkungan di sekitarnya. Gerakan fisiknya kadang mulai tidak terkendali. Untuk itu saat memulai program membaca ini, ada 2 hal yang penting diingat Bapak-Ibu:

1. Pelajaran harus dibuat sangat singkat.
2. Hentikan sebelum si kecil ingin menghentikannya.

Pada usia ini tekankan langkah pertama dan kedua pada tahapan membaca. Untuk mengingatkan kembali, mari kita sedikit mereview kembali.

Tahapan pertama Metode Glenn Doman: kenalkan dan gunakan hanya 15 kata tunggal. Piih kata-kata tunggal yang akrab dengan si kecil. Buat kata-kata tunggal itu dengan karton berukuran 15×50cm. Tunjukkan pada si kecil satu per satu kata-kata itu sambil mengucapkan dengan suara dan intonasi jelas. Biarkan si kecil melihatnya hanya 1 detik. Bapak-Ibu jangan memberikan penjelasan apa pun pada kata-kata tersebut.

Pelajaran Metode Glenn Doman kemudian bisa dilanjutkan sesuai dengan cara dan metode yang sudah Anda pelajari di bab sebelumnya. Setelah si kecil cukup menguasai tahap pertama, Anda bisa melanjutkan pada tahapan kedua program membaca tersebut.

Dengan mobilitas si kecil yang tak mau berdiam diri, bergerak kesana kemari, prinsip menghentikan kegiatan belajar sebelum si kecil ingin menghentikannya harus benar-benar dilaksanakan.

Karena pada usia ini, And harus benar-benar jeli membaca kondisi fisik dan emosi si kecil. Ketika ia mulai terlihat bosan, mengantuk, tidak nyaman, tidak bisa diam karena ingin bergerak, segera hentikan kegiatan belajar membaca. Selingi dengan permainan dan segelas susu Frisian Flag 123.

Kegiatan belajar yang sangat singkat dan menyenangkan adalah yang terbaik bagi buah hati tercinta.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=264&categoryID=2

Metode Glenn Doman–Program Bagi Bayi Usia 7 Sampai 12 Bulan

Pada usia 7 sampai 12 bulan sudah tentu mobilitasnya semakin berkembang. Si kecil sudah pandai berguling, merangkak dan merambat. Ia tidak mau berdiam diri. Ia semakin lincah bergerak.

Untuk bayi yang sedang dalam tahap eksplorasi ini, gunakan hanya satu kategori yang terdiri dari 5 kata setiap kali mengajarinya. Kemudian lanjutkan dengan tahapan-tahapan Metode Glenn Doman yang telah dipaparkan di bab sebelumnya.

Yang harus diingat, pada usia anak 7 sampai 12 bulan:

1. Buatlah pelajaran sangat singkat.
2. Berikan pelajaran sesering mungkin.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=259&categoryID=2

Metode Glenn Doman : Usia Tepat Memulai Belajar Membaca

Pada usia berapa sebaiknya atau idealnya memulai mengajarkan anak membaca? Kapan sebenarnya seorang anak siap untuk mempelajari sesuatu? Sebelum sampai pada jawaban tersebut, ada baiknya kita petik sebuah cerita tentang seorang ibu muda yang datang kepada seorang ahli perkembangan anak. Sang ibu muda itu ingin berkonsultasi tentang waktu yang tepat bagi seorang anak belajar membaca. Pakar perkembangan anak itu bertanya, “Kapan anak Ibu akan lahir?” Jawab Ibu muda itu, “Oh, anak saya sudah berusia lima tahun sekarang.” “Ibu, cepatlah pulang, Ibu telah menyia-nyiakan lima tahun terbaik hidup anak Ibu,” Kata sang ahli perkembangan anak itu.

Semakin Dini Semakin Baik

Bapak-Ibu, usia balita kerap disebut golden years period atau usia emas. Periode ini adalah tahun-tahun pembentukan kecerdasan yang amat menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada periode ini juga sebaiknya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada balita untuk mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Tugas orangtua sendiri adalah menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman serta menyediakan sarana dan prasarana yang tepat bagi tumbuh kembangnya.

Pada periode itu, balita bukan cuma memerlukan asupan gizi yang baik untuk perkembangan fisiknya, tapi juga asupan informasi, emosi dan spiritual untuk tumbuh kembang dirinya secara utuh.

Menurut Metode Glenn Doman, orangtua bisa memulai mengajarkan anaknya belajar membaca sejak bayi. Bahkan, sejak ia lahir karena Bapak-Ibu sudah berbicara padanya sejak ia lahir bahkan
sejak ia masih dalam kandungan. Pembelajaran sejak dini akan melatih indera penglihatannya. Ada beberapa hal yang harus Bapak-Ibu pahami tentang anak balita:

1. Anak di bawah usia 5 tahun bisa dengan mudah menyerap banyak informasi.
2. Anak di bawah usia 5 tahun bisa menangkap informasi dengan kecepatan luar biasa.
3. Semakin banyak informasi yang diserap makin banyak pula yang diingatnya.
4. Anak usia di bawah 5 tahun mempunyai energi yang sangat besar.
5. Anak di bawah usia 5 tahun mempunyai keinginan belajar yang sangat besar.
6. Anak di bawah usia 5 tahun dapat belajar membaca dan ingin belajar membaca.

Dari uraian di atas terurai fakta bahwa semakin dini mengajarkna buah hati Anda membaca akan semakin baik. Apalagi Bapak-Ibu sudah memahami langkah-langkah dasar dalam tahapan membaca seperti yang telah dipaparkan panjang lebar dalam bab sebelumnya. Langkah-langkah pada setiap tahapan membaca tidak berubah atau berbeda karena faktor usia. Artinya, urutan langkah-langkah yang telah dipaparkan di bab sebelumnya tetap sama pada setiap usia. Hanya saja memang Anda harus ingat bahwa seorang bayi yang baru lahir tidak sama dengan anak usia 2 tahun. Bayi berusia 3 bulan tentu tidak sama dengan anak berusia 36 bulan. Terpenting pada bagian mana dari tahapan-tahapan membaca yang perlu ditekankan ketika Anda memulai program mengajarkan membaca pada si kecil.

sumber: http://www.nutrisibalitacerdas.com/home.php?act=article&mode=read&articleID=250&categoryID=2

Mengajar Bayi Anda Membaca (Metode Glenn Doman)

Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup di dunia ini, cuma manusia yang dapat membaca. Membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar didasarkan pada kemampuan membaca. Anak-anak dapat membaca sebuah kata ketika usia mereka satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun, dan sebuah buku ketika berusia tiga tahun dan mereka menyukainya.

Tahun 1961 satu tim ahli dunia yang terdiri atas, dokter, spesialis membaca, ahli bedah otak dan psikolog mengadakan penelitian “Bagaimana otak anak-anak berkembang?”. Hal ini kemudian berkembang menjadi satu informasi yang mengejutkan mengenai bagaimana anak-anak belajar, apa yang dipelajari anak-anak, dan apa yang bisa dipelajari anak-anak.

Hasil penelitian juga mendapatkan, ternyata anak yang cedera otak-pun dapat membaca dengan baik pada usia tiga tahun atau lebih muda lagi. Jelaslah bahwa ada sesuatu yang salah pada apa yang sedang terjadi, pada anak-anak sehat, jika di usia ini belum bisa membaca.

Penelitian tentang Otak Anak
Bagi otak tidak ada bedanya apakah dia ‘melihat’ atau ‘mendengar’ sesuatu. Otak dapat mengerti keduanya dengan baik. Yang dibutuhkan adalah suara itu cukup kuat dan cukup jelas untuk didengar telinga, dan perkataan itu cukup besar dan cukup jelas untuk dilihat mata sehingga otak dapat menafsirkan. Kalau telinga menerima rangsang suara, baik sepatah kata atau pesan lisan, maka pesan pendengaran ini diuraikan menjadi serentetan impuls-impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang bisa melihat untuk disusun dan diartikan menjadi kata-kata yang dapat dipahami.

Begitu pula kalau mata melihat sebuah kata atau pesan tertulis. Pesan visual ini diuraikan menjadi serentetan impuls elektrokimia dan diteruskan ke otak yang tidak dapat melihat, untuk disusun kembali dan dipahami. Baik jalur penglihatan maupun jalur pendengaran sama-sama menuju ke otak dimana kedua pesan ditafsirkan otak dengan proses yang sama.

Dua faktor yang sangat penting dalam mengajar anak:
1. Sikap dan pendekatan orang tua
Syarat terpenting adalah, bahwa diantara orang tua dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan, karena belajar membaca merupakan permainan yang bagus sekali.

Belajar adalah:
- Hadiah, bukan hukuman
- Permainan yang paling menggairahkan, bukan bekerja
- Bersenang-senang, bukan bersusah payah
- Suatu kehormatan, bukan kehinaan

2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri ingin menghentikannya.

Bahan yang sesuai:
a. bahan-bahan dibuat dari kertas putih yang agak kaku (karton poster)
b. kata-kata yang dipakai ditulis dengan spidol besar
c. tulisannya harus rapi dan jelas, model hurufnya sederhana dan konsisten

Tahap-tahap mengajar:


TAHAP PERTAMA : (perbedaan penglihatan)
Mengajarkan anak anda membaca dimulai menggunakan hanya lima belas kata saja. Jika anak anda sudah mempelajari 15 kata ini, dia sudah siap untuk melangkah ke perbendaharaan kata-kata lain.

1. Ukuran karton : tinggi 15 cm, panjang 60 cm
2. Ukuran huruf, tinggi 12,5 cm dan lebar 10 cm, serta setiap huruf berjarak kira-kira 1,25 cm
3. Huruf berwarna merah
4. Gunakan huruf kecil (bukan huruf kapital)
5. Buatlah hanya 15 kata, misal : IBU (UMMI/MAMA/BUNDA), BAPAK (ABI/PAPA/AYAH)
6. Ke-15 kata-kata pertama harus terdiri dari kata-kata yang paling dikenal dan paling dekat dengan lingkungannya yaitu nama-nama anggota keluarga, binatang peliharaan, makanan kesukaan, atau sesuatu yang dianggap penting untuk diketahui oleh sang anak.

Hari Pertama
Gunakan tempat bagian rumah yang paling sedikit terdapat benda-benda yang dapat mengalihkan perhatian, baik pendengarannya maupun penglihatannya. Misalnya, jangan ada radio yang dibunyikan.
1. Tunjukkan kartu bertuliskan IBU/AYAH atau yang lainnya
2. Jangan sampai ia dapat menjangkaunya
3. Katakan dengan jelas ‘ini bacaannya IBU/AYAH’
4. Jangan jelaskan apa-apa
5. Biarkan dia melihatnya tidak lebih dari 1 detik
6. Tunjukkan 4 kartu lainnya dengan cara yang sama
7. Jangan meminta anak mengulang apa yang anda ucapkan
8. Setelah kata ke-5, peluk, cium dengan hangat dan tunjukkan kasih sayang dengan cara yang menyolok
9. Ulangi 3 kali dengan jarak paling sedikit 1,5 jam

Hari Kedua
1. Ulangi pelajaran dasar hari pertama 3 kali
2. Tambahkan lima kata baru yang harus diperlihatkan 3 kali sepanjang hari kedua. Jadi ada 6 pelajaran
3. Jangan lupa menunjukkan rasa bangga anda
4. Jangan lakukan test, belum waktunya !

Hari Ketiga
1. Lakukan seperti hari ke-2
2. Tambahkan lima kata baru seperti hari kedua sehingga menjadi 9 pelajaran

Hari keempat, kelima, keenam ulangi seperti hari ketiga tanpa menambah kata-kata baru.

Hari Ketujuh
Beri kesempatan pada anak untuk memperlihatkan kemajuannya:
1. Pilih kata kesukaannya
2. Tunjukkan kepadanya dan ucapkan denga jelas ‘ini apa?’
3. Hitung dalam hati sampai sepuluh, Jika anak anda mengucapkan, pastikan anda gembira dan tunjukkan kegembiraan anda Jika anak anda tidak memberikan jawaban atau salah, katakan dengan gembira apa bunyi kata itu dan teruskan pelajarannya.

Ancaman
Kebosanan adalah satu-satunya ancaman. Jangan sampai anak menjadi bosan. “Mengajarnya terlalu lambat akan lebih cepat membuatnya bosan daripada mengajarnya terlalu cepat”

Pada tahap pertama ini, dua hal luar biasa telah anda lakukan:
1. Dia sudah melatih indera penglihatan, dan yang lebih penting: dia telah melatih otaknya cukup baik untuk dapat membedakan bentuk tulisan yang satu dengan yang lainnya.
2. Dia sudah menguasai salah satu bentuk abstraksi yang paling luar biasa dalam hidupnya: dia dapat membaca kata-kata. Hanya ada satu lagi abstraksi besar harus dikuasainya, yaitu huruf-huruf dalam abjad.

TAHAP KEDUA : (kata-kata diri)
Kita mulai mengajarkan anak membaca dengan menggunakan kata-kata ‘diri’ karena anak memang mula-mula mempelajari badannya sendiri.
1. Ukuran karton 12,5 tinggi dan 60 cm panjang
2. Ukuran huruf 10 cm tinggi dan 7,5 cm lebar dengan jarak 1 cm
3. Huruf dan warna seperti tahap pertama
4. Buat 20 kata-kata tentang dirinya, misalnya: tangan kaki gigi jari kuku lutut mata perut
lidah pipi kuping dagu dada leher paha siku hidung jempol rambut bibir
5. Dari 3 kelompok kata masing-masing 5 kata di tahap awal, ambil masing-masing 1 kata lama dan tambahkan dengan 1 kata baru di tahap kedua
6. Dari 20 kata baru pada tahap kedua, ambil 10 kata dan jadikan 2 kelompok kata masing-masing 5 kata

7. Jadi sekarang anda memiliki:
- 3 kelompok kata dari tahap pertama yang sudah ditambah kata-kata baru
- 2 kelompok kata baru dari tahap kedua
- total 5 kelompok kata = 25 kata
8. Lakukan seperti tahap pertama
9. Setelah 5 hari ganti 1 kata dari masing-masing kelompok dengan kata baru, sehingga anak mempelajari 5 kata baru.
10. Setelah itu setiap hari ganti 1 kata lama dari masing-masing kelompok data dengan 1 kata baru. Dengan demikian setiap hari anak belajar 5 kata baru masing-masing satu dalam setiap
kelompok kata, dan 5 kata lama diambil setiap harinya.

TIPS:
1. Usahakan jangan ada 2 kata yang dimulai dengan yang sama secara berurutan, misalnya ‘lidah’ dengan ‘lutut’
2. Anak-anak usia 6 bulan sudah bisa diajarkan. Lakukan dengan cara yang persis sama kalau anda mengajarnya berbicara
3. Ingat, membaca bukan berbicara
4. Usaha mengajar bayi membaca dapat membaca dapat mempercepat berbicara dan memperluas perbendaharaan kata.

TAHAP KETIGA : (kata-kata ‘rumah’)
Sampai tahap ini, baik orang tua maupun anak harus melakukan permainan membaca ini dengan kesenangan dan minat besar. Ingatlah bahwa anda sedang menanamkan cinta belajar dalam diri anak anda, dan kecintaan ini akan berkembang terus sepanjang hidupnya. Lakukan permainan ini dengan gembira dan penuh semangat.
1. Ukuran karton 7,5 cm tinggi dan 30 cm panjang
2. Ukuran huruf 5 cm tinggi dan 3,5 cm lebar dengan jarak lebih dekat
3. Huruf dan warna seperti tahap tahap kedua
4. Terdiri dari nama-nama benda di sekeliling anak serta lebih dari 2
suku kata, misalnya: kursi, meja, dinding, lampu, pintu, tangga,
jendela, dll
5. Gunakan cara pada tahap kedua dengan setiap hari menambah
5 kata baru dari tahap ke tiga
6. Setelah kata benda, masukkan kata milik, misalnya: piring, gelas,
topi, baju, jeruk, celana,sepatu, dll.
7. Setelah itu masukkan kata perbuatan, misalnya: duduk,
berdiri, tertawa, melompat, membaca, dll
8. Pada tahap kata perbuatan , agar lebih menarik, sambil
menunjukkan kata tersebut, anda praktekkan sambil katakana ‘Ibu
melompat’, ‘kakak melompat’, dsb

TAHAP KEEMPAT :
1. Ukuran kartu 4 cm tinggi dan 20 cm panjang
2. Ukuran huruf 5 cm
3. Huruf kecil, warna hitam
4. Tunjukkan kata demi kata seperti tahap sebelumnya lalu gabungkan misalnya
‘ini’ dan kata ‘bola’ menjadi ‘ini bola’.
5. Lakukan beberapa kata beberapa kali setiap hari.

TAHAP KELIMA : (susunan kata dalam kalimat)
1. Pilihkan buku sederhana dengan syarat :
Perbendaharaan kata tidak lebih dari 150 kata Jumlah kata dalam 1 halaman tidak lebih dari 15-20 kata
Tinggi huruf tidak kurang dari 5 mm
Sedapat mungkin teks dan gambar terpisah.
Carilah yang mendekati persyaratan tersebut

2. Salinlah kata-kata yang ada setiap halaman tersebut ke dalam satu kartu kira-kira ukuran 1 kertas A4. Huruf hitam, ukuran tinggi huruf 2,5 cm. Jumlah kartu ’susunan kata-kata’ sama dengan jumlah halaman buku. Ukuran kartu harus sama walaupun jumlah kata tidak sama. Sekarang anda sudah mempunyai kartu-kartu dengan kata-kata yang ada dalam setiap halaman buku yang akan dibaca anak. Lubangi sisi kartu-kartu untuk dijilid menjadi sebuah buku yang isinya sama namun ukurannya lebih besar.

3. Bacakan kartu demi kartu pelan-pelan, sehingga anak belajar kalimat demi kalimat.
4. Bacakan dengan ekspresi sesuai dengan kalimat bacaan.
5. Lakukan secara rutin, minimal 5 kartu sebanyak 3 kali selama 5 hari.
6. Ketika membaca kartu pada hari lainnya, kartu yang lama sebaiknya diulang. Setelah selesai kartu-kartu dibaca, simpanlah beurutan di dalam sebuah map atau dibinding deperti buku.
7. Pada saat selesai 1 buku, berilah ijazah yg ditandatangani ibu, yg menyatakan bahwa pada hari ini, tanggal ini, pada usia anak sekian, telah selesai dibaca buku ini.

TAHAP KEENAM : (susunan kata dalam kalimat)
Pada tahap ini, anak sudah siap membaca buku yg sebenarnya, karena dia sudah 2 kali melakukan hal itu. Perbedaan ukuran huruf dari 5 cm (Tahap 4), 2,5 cm (Tahap 5) dan 5 mm (Tahap 6 ini) adalah sangat berarti khususnya bagi anak yang masih sangat muda, karena itu juga berarti anda membantu mendewasakan dan memperbaiki indera penglihatannya.

Kunci Keberhasilan
1. Jangan membosankan anak
2. Jangan memaksa anak
3. Jangan tegang
4. Jangan mengajarkan abjad terlebih dahulu
5. Bergembiralah
6. Ciptakan cara baru
7. Jawablah semua pertanyaan anak
8. Berilah buku bacaan yang bermutu

Penutup
Pada dasarnya anak memiliki kemampuan yang luar biasa, khususnya pada usia yg semakin kecil. Hanya diperlukan perhatian, kemauan,ketekunan serta yang utama kasih sayang orangtua untuk membuatnya mampu mengeluarkan potensinya yg luar biasa tsb.

Keinginan orangtua pada umumnya adalah :
1. Menginginkan anak mereka bahagia di dalam hidupnya dengan
menjadikan anak mereka tangguh dan siap bersaing.
2. Untuk itu dibutuhkan anak yg cerdas baik rasional maupun
emosional serta rasa ingin tahu yang besar.
3. Anak dapat diketahui rasa ingin tahunya yang besar dari banyaknya
pertanyaan yg diajukannya.
4. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, anak harus dibimbing supaya
suka membaca.
5. Agar anak suka membaca, dibutuhkan kemampuan membaca dan sarana
untuk membaca yang tidak lepas dari buku.

Jadi, dengan buku yg merupakan “JENDELA ILMU”, anak akan mampu membuka cakrawala kehidupan masa depannya dengan keceriaan.

“Selamat berkarya untuk anak-anak tercinta !”

Sumber: Buku “Mengajar Bayi Membaca” – Glenn Doman
sumber: http://dranak.blogspot.com/2006/06/mengajar-bayi-anda-membaca-metode.html

Metode Glenn Doman

Setiap orang tua menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang menjadi seorang anak yang memiliki talenta, keterampilan kecakapan dan tentunya budi pekerti yang baik. Satu hal yang diimpi-impikan oleh para orang tua adalah melihat anaknya menjadi seorang juara, khususnya dalam dunia pendidikan. Sehingga tidak jarang orang tua akan memikirkan dimana tempat yang sangat bagus untuk men-sekolahkan anaknya, dan sekolah yang baguspun belum cukup, anak akan di jejali lagi dengan berbagai macam kursus. Apakah hal tersebut salah? saya kira tidak, selama si anak menjalankan semuanya itu dengan senang, bukan dibawah tekanan.

Disini saya ingin berbagi perihal metode mengajarkan anak bayi kita untuk membaca, Hah apa kagak salah! bayi diajar membaca, berjalan aja masih kagak mampu. :) Metode ini diungkapkan Glenn Doman dimana Glan Domman menggunakan metode ini kepada anak yang mengalami cedera otak, sehingga menjadikan anak tersebut lebih terlambat dari anak anak yang seusianya baik dalam hal bicara, membaca ataupun mengnalisa.

Metode Glenn Doman mengajak anak belajar dalam suasana yang sangat nyaman seolah olah sianak diajak bukan belajar akan tetapi diajak bermain dengan riang. Suasana inilah yang menimbulkan keingintahuan anak meningkat. dan kegiatan ini dilaksanakan dengan penuh kasih orang tua terhadap anak dalam artian orang tua tidak diijinkan untuk menguji sianak. Kegiatan harus dihentikan ketika si anak kelihatan sudah bosan.

Buku How to Teach Your Baby to Read ini selain mengajarkan kepada kita metode Glenn Doman, juga memberikan sebuah cerita yang sangat menyentuh tentang seorang anak yang mengalami cidera otak yang parah sejak lahir, Tommy anak dari Bapak Lunski. Di buku ini diceritakan bagaimana Tommy yang sudah divonis oleh ahli bedah saraf bahwa Tommy tidak akan bisa bicara dan berjalan sehingga harus tinggal di lembaga perawatan seumur hidupnya. Akhirnya bisa hidup normal dengan terapi metode Glenn Doman yang dilakukan selama enam puluh hari oleh Bapak dan ibu lunski.

sumber: http://artha.web.id/metode-glenn-doman/

Membangun Sinergisme dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Ditulis oleh Drs. Harun Al Rasyid, M.si

Ahli psikologi perkembangan, Bredekamp, et all (1997:97) mengungkapkan bahwa pemberian pendidikan pada anak usia dini diakui sebagai periode yang sangat penting dalam membangun sumber daya manusia dan periode ini hanya datang sekali serta tidak dapat diulang lagi, sehingga stimulasi dini yang salah satunya adalah pendidikan mutlak diperlukan.

Lalu, pendidikan yang bagaimanakah yang diperlukan? Tentu saja pendidikan yang tidak sekedar mengejar target kurikulum, atau untuk mengejar keinginan masyarakat/orang tua, seperti kemampuan anak membaca, menulis dan berhitung secara maksimal, tetapi pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Pendidikan bagi anak usia dini telah berkembang luas, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Berbagai macam program pendidikan anak usia dini ini dikembangkan oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat. Minat mengembangkan pendidikan anak usia dini sebenarnya bersumber dari lima macam pemikiran yaitu:

1. Meningkatkan tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja, yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi
2. Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global, kesempatan kerja yang luas baik bagi wanita maupun bangsa manapun
3. Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai sesuatu kekuatan utama guna membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya baik sebagai ibu maupun sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja
4. Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak sejak usia dini terutama bagi mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu memasukkan anak ke taman kanak-kanak Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak (Mitchell,1989).

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan bagian integral dalam Sistem Pendidikan Nasional yang saat ini mendapat perhatian cukup besar dari pemerintah. Konsep PAUD merupakan adopsi dari konsep Early Child Care and Education (ECCE) yang juga merupakan bagian dari Early Child Development (ECD). Konsep ini membahas upaya peningkatan kualitas SDM dari sektor “hulu”, sejak anak usia 0 tahun bahkan sejak pra lahir hingga usia 8 tahun.

Teori lama yang merekomendasikan bahwa pendidikan baru dapat dimulai ketika anak telah berusia 7 tahun, kini terbantahkan. Hasil penelitian mutakhir dari para ahli neurologi, psikologi, dan paedagogi menganjurkan pentingnya pendidikan dilakukan sejak anak dilahirkan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan ibunya. Justru pada masa-masa awal inilah yang merupakan masa emas (golden age) perkembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50% kapabilitas kecerdasan manusia terjadi pada tingkat kanak-kanak pada kurun waktu 4 tahun pertama sejak kelahirannya. Oleh karena itu penanganan anak dengan stimulasi pendidikan pada masa-masa usia tersebut harus optimal. Kemudian, 80% kecerdasan itu terjadi saat anak usia 8 tahun, dan titik kulminasinya terjadi pada saat mereka berusia 18 tahun. Setelah melewati masa perkembangan tersebut, maka berapa pun kapabilitas kecerdasan yang dicapai oleh masing-masing individu, tidak akan meningkat lagi.

Semua aspek perkembangan kecerdasan anak, baik motorik kasar, motorik halus, kemampuan non fisik, dan kemampuan spiritualnya dapat berkembang secara pesat apabila memperoleh stimulasi lingkungan secara cukup. Perkembangan yang terjadi pada masa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya.

Pola belajar yang diterapkan pada anak dini usia tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia SD ke atas. Untuk itu perlu diperhatikan oleh penyelenggara program pendidikan pada anak usia dini terutama sumber belajar atau tenaga pendidik dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar haruslah mengetahui bagaimana pola belajar pada anak usia dini.

Pola belajar pada anak usia dini haruslah dibangun berdasarkan atas pertumbuhan dan perkembangan anak secara tepat yang pelaksanaannya dikemas sesuai dengan dunia anak, yaitu bermain. yang merupakan kegiatan rutinitas yang sangat menyenangkan bagi anak, serta melalui bermainlah anak akan belajar.

Lebih lanjut, di dalam undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan dalam tiga jalur, yaitu jalur formal, non formal dan informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur formal antara lain diselenggarakan dalam bentuk taman kanak-kanak, raudlatul athfal, dan sejenisnya, sedangkan pada jalur non formal antara lain taman penitipan anak, kelompok bermain, taman pendidikan Al Quran, sekolah minggu dan sebagainya. Pada jalur informal, pendidikan anak usia dini ditangani langsung oleh keluarga dan lingkungan.

Lembaga pendidikan anak usia dini kini harus mulai menyelaraskan langkah dan memfokuskan perhatian pada anak-anak, bukan sekedar tuntutan masyarakat atau orang tua. Kurikulum dan proses pembelajaran harus diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengah dunia anak-anak. Para pendidiknya harus memiliki mindset tentang anak-anak dan dunianya, yang bukan miniatur orang dewasa. Keistimewaan dan keunikan anak harus mulai dihargai.

Semua lembaga pendidikan anak usia dini mulai berjalan seirama dalam upaya perluasan akses dan peningkatan kualitas pendidikan. Sinergisme perlu dibangun bersama-sama, sehingga seluruh anak usia dini dapat tertangani. Dengan sinergisme ini permasalahan pendidikan anak usia dini akan terasa ringan, karena kita semua memahami bahwa permasalahan di bidang ini amatlah kompleks, mulai dari banyaknya anak-anak dari kelompok masyarakat marginal yang belum terlayani, sulitnya akses karena permasalahan geografis, keterbatasan tenaga dari segi kualitas dan kuantitas, kurangnya fasilitas, sarana, prasarana dan sebagainya.

Lalu, bagaimana cara membangun sinergisme? Semua pihak harus duduk bersama-sama dan membahas satu kepentingan, yaitu anak, bukan yang lainnya. Ego sektoral dan kepentingan harus dikesampingkan. Semua harus kembali pada anak-anak dan undang-undang yang telah mengaturnya. Sinergisme hanya dapat dibangun ketika semua pihak menyadari bahwa tidak mungkin permasalahan pendidikan anak usia dini dapat ditangani sendiri-sendiri.

Bentuk-bentuk sinergi yang dapat dilakukakan antara lain :

1. Sharing dalam sumber daya manusia.
2. Sharing dalam konsep dan pemikiran, misalnya pengembangan model pembelajaran di PAUD, pengembangan APE, dan yang sejenisnya.
3. Sharing pendanaan kegiatan.
4. Sharing waktu dan tempat penyelenggaraan kegiatan, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk sinergi ini disesuaikan dengan kondisi masing-masing mitra yang saling bekerjasama.

sumber: http://www.bpplsp-reg4.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=40&Itemid=2

Monday 18 May 2009

Bagaimana Bayi dan Anak-Anak Belajar?

Gordon Dryden & Dr. Jeannette Vos dalam bukunya The Learning Revolution, mengungkapkan fakta-fakta yang sangat mengejutkan. Saat ini, katanya, berbagai metoda belajar tengah berkembang pesat di seluruh dunia, sehingga setiap anak akan mampu mempelajari apapun secara lebih cepat –sekitar 5 sampai 20 kali lebih cepat– bahkan 10 sampai 100 kali lebih efektif, pada usia berapa pun. Metoda-metoda itu ternyata sederhana, mudah dipelajari, menyenangkan, logis – dan terbukti andal.

Inilah beberapa fakta itu. Di Christchurch, Selandia Baru, Michael Tan berhasil lulus ujian matematika tingkat smu pada usia 7 tahun. Dan Stephen Witte, 12 tahun lulus enam ujian beasiswa universitas dan berhasil meraih hadiah fisika dari SMU Papanui, tidak lama setelah diizinkan melompati empat kelas.

Di Alaska, para pelajar di SMU MT. Edgecumbe menjalankan empat perusahaan proyek percontohan. Salah satu proyeknya: ekspor salmon asap ke Jepang senilai us$ 600.000– mereka sekaligus belajar ilmu pemasaran, bisnis, ekonomi dan Bahasa Jepang.

Di SD Pantai Tahatai Di Selandia Baru, anak-anak berusia 6 tahun menggunakan komputer untuk membuat cd-rom dan merencanakan “sekolah masa depan” mereka sendiri. Mereka juga menggunakan komputer untuk mengaktifkan unit-unit pembangkit energi surya dan angin yang didesain agar setiap rumah mampu memenuhi kebutuhan energinya sendiri.

Ternyata pembelajaran mandiri adalah salah satu kunci utama. Jika kita bisa menyediakan lingkungan dan peralatan yang baik untuk pelatihan mandiri, anak-anak kecil pun akan menjadi pendidik mandiri yang antusias sepanjang hidupnya.

Maria Montessori, dokter wanita pertama asal Italia, telah menyediakan lingkungan semacam itu hampir 100 tahun lalu, membuktikan bahwa anak-anak usia 3 – 4 tahun dengan mental terbelakang, mampu berkembang baik dalam hal menulis, membaca, dan perhitungan dasar. Dan sampai sekarang ini di daerah terpencil Montana, negara bagian Amerika yang berpenduduk paling jarang, semua anak berusia 4 tahun di taman bermain Montessori International telah mampu mengeja, membaca, menulis dan melakukan hitungan dasar, bahkan sebelum mereka masuk sekolah. Saat ini mereka mencanangkan pada usia 4 tahun itu anak-anak bahkan sudah mampu menguasai tiga atau empat bahasa!

Bagaimana dengan anak-anak kita? Lihatlah betapa banyak orang tak menyadari bahwa mereka telah “merusak” potensi hidup anaknya. Lihatlah anak-anak kita sekarang. Dimana mereka pada sebagian besar waktu hidupnya? Di depan televisi-kah? Main seharian dengan anak-anak lainkah? Apa yang mereka pelajari? Siapa guru-guru mereka? Siapa idola mereka? Apa kata-kata yang meluncur dari pikirannya?

Ternyata, semua ini bergantung bagaimana ia dididik sejak awal kelahirannya! Kita tahu, setiap anak, anak negara manapun, anak siapapun adalah pemilik otak terhebat di dunia. Walaupun beratnya kurang dari 1,5 kg, kemampuan otaknya beribu kali lebih hebat dari super komputer terhebat di dunia. Dan anak-anak kita pun memilikinya! Masing-masing terdiri dari otak sadar dan otak bawah sadar.

Otak sadar aktif saat kita sengaja melakukan sesuatu. Sedangkan otak bawah sadar selalu aktif 24 jam sehari terus menerus. Ia bekerja sejak bayi masih dalam kandungan sampai kita dewasa dan mati.

Dari berbagai hasil penelitian ditemukan bahwa ternyata di bawah sadar inilah “terinstall” semua potensi hidup kita, yang nantinya akan keluar dalam bentuk sikap, nilai hidup, skill, kecerdasan, kepribadian dan kebiasaan.

Salah satu sifat otak bawah sadar ini adalah “tidak kritis”. Jadi apapun input yang masuk ke dalamnya akan tetap disimpan dan dianggap benar. Beda dengan otak sadar … ia kritis. Oleh karena itulah yang harus kita waspadai justru input-input yang bakal masuk lewat pintu otak bawah sadar ini.

Benyamin s. Bloom, professor pendidikan dari universitas chicago, menemukan fakta yang cukup mengejutkan:
- Ternyata 50% dari semua potensi hidup manusia terbentuk ketika kita berada dalam kandungan sampai usia 4 tahun.
- Lalu 30 % potensi berikutnya terbentuk pada usia 4 – 8 tahun.

Ini berarti 80% potensi dasar manusia terbentuk di rumah, justru sebelum mulai sekolah. Akan seperti apa kemampuannya, nilai-nilai hidupnya, kebiasaannya, kepribadiannya, akhlaqnya, dan sikapnya … semua 80% tergantung pada orang tua. Sadar atau tidak. Baik “dibentuk” secara sengaja atau pun tidak sengaja!

Artinya, akan jadi siapa anak kita, akan bagaimana cara berpikir dan bersikapnya ditentukan sepenuhnya oleh informasi dan pengetahuan apa yang tersimpan di otak bawah sadarnya. Panca indera adalah pintu masuk yang langsung masuk ke pusat kecerdasan anak. Apapun yang ia dengar, apapun yang ia lihat, apapun yang ia rasakan, semua langsung tersimpan di otak bawah sadarnya.

Ia juga belajar tentang sikap dan kepribadian dari orang-orang yang mengasuhnya. Bagaimana ayah ibunya berbicara, apa yang dikatakan, bagaimana ia bereaksi terhadap emosi-emosi tertentu, bagaimana orangtua bereaksi terhadap tekanan amarah, tangisan, dan kerewelan. Semua bahasa komunikasi anak (dalam bentuk gerakan, tangisan dan kerewelan) adalah alat-alat ia belajar.

Lantas, apakah bisa kita menghasilkan “anak hebat” hanya dengan cara mendidik “ala kadarnya”? Dengan “semaunya”, secara naluriah belaka? Tentu tidak bukan!

Hal pertama yang langsung kita sadari adalah, sebagai ayah dan ibu, kita adalah guru anak-anak kita. Baik kita melakukannya dengan benar ataupun “nggak sengaja” salah.

Pertanyaan berikutnya, sudah tahukah kita kurikulum apa yang sedang berlangsung pada usia 0 – 4 tahun atau 8 tahun perkembangan pendidikan anak-anak kita?

Ternyata, kebanyakan orang tua tidak punya “kurikulum” pendidikan usia-dini ini. Tentu tak heran akhirnya kurikulum alamiah lah yang diterapkan. Kurikulum yang akhirnya dipelajari anak-anak kita adalah kurikulum-alamiah yang diciptakan oleh lingkungan tempat kita saat ini hidup dan berada. Lewat program-program televisi, pergaulan di sekitar rumah kita, juga pergaulan antar penghuni di dalam rumah tangga kita sendiri.

Apa yang “diajarkan” (tanpa sengaja) pada bayi dan anak-anak kita?

Secara keilmuan bisa jadi masih kosong! Bagaimana dengan sikap? Tak dapat dibendung, ternyata banyak sekali hal negatif yang “dipelajari” anak-anak kita.

Lalu adakah kegiatan-kegiatan pembelajaran secara sengaja? By design? Hampir tidak ada! Ada semacam “keyakinan” yang telah jadi paradigma kuat dalam pikiran para orang tua, bahwa anak-anak “bersekolah” ya dimulai sejak TK ! Sehingga mengabaikan proses belajar mengajar “yang umumnya tak sengaja” yang justru berlangsung setiap detik di rumah kita. Bahkan anehnya tak sedikit yang tega menyerahkan bayi dan anak-anaknya itu “berguru” kepada para pembantunya!

Jika kita mulai menyadari fakta-fakta ini, ada beberapa tindakan yang bisa segera kita lakukan, jika memang kita ingin berubah:

1. Orang tua (ayah dan ibu), harus belajar semua hal yang berhubungan dengan metoda-metoda pendidikan anak.

Pada dasarnya orang tua adalah guru terpenting dan rumah adalah sekolah paling penting, Didiklah anak dengan ilmu. Kenali dan rancang kurikulum sendiri untuk keperluan ini. Apa muatan sikap dan perilaku yang ingin kita hasilkan pada balita kesayangan kita, dan bagaimana caranya. Bagaimana pula caranya kita menanamkan aqidah Islam pada balita kita. Apa yang boleh kita lakukan dan apa yang jangan kita lakukan. Kuncinya belajar! Orang tua lah yang harus belajar….!

2. Kenali dan kendalikan jenis input informasi (ucapan/penglihatan/pendengaran/pergaulan) yang masuk lewat pintu otak bawah sadar balita kita.

Jika kita sadar ini, maka programkan secara sengaja muatan positif. Install-kan program-program positif ke dalam otak bawah sadar anak-anak kita. Sebagai contoh televisi. Kendalikan keinginan kita nonton acara tv bersama anak-anak. Beberapa pemimpin bisnis terkemuka di dunia seperti Mitch Sala, Jim Dornan, Rich De Vos, Bob Andrew, dan banyak lagi yang lainnya bahkan sangat menyadari betapa berbahayanya “virus negatif” yang dibawa TV ini. Mereka pun tidak membiarkan dirinya dan bahkan juga anak-anaknya berada di depan televisi!

Kenali juga bahwa input positif bisa berasal dari pendengaran. Maka kendalikan kata-kata kita. Apapun situasinya, jaga mulut! “katakan yang baik-baik saja, atau kalau tidak lebih baik diam”, pesan Rasulullah SAW dalam salah satu sabdanya. “…fal yakun khairan au lisashmut”!

Juga program/install otak balita kita dengan input yang disengaja. Misalkan tatkala menidurkan bayi kita, apa salahnya kita memperdengarkan ayat-ayat al qur’an kepada bayi, baik melalui kaset maupun kita sendiri yang membacakannya.

Percayalah semua input yang disengaja ini membekas dan terinstall dengan baik di otak bawah sadar anak-anak kita.

Programkan dengan sengaja! Itu sebabnya kita perlu punya kurikulum! Ini bukan berarti kita mau mendikte “masa depan profesi anak kita”. Sama sekali tidak. Apapun jalan hidup dia nanti setelah dewasa, terserah dia. Yang kita bentuk secara sengaja adalah potensi dasar “human being”-nya. Sikapnya, perilakunya, kebiasaannya, potensi aqidahnya. Bukankah ini memang wajib! Bagi setiap orang tua untuk mendidik anaknya agar menjadi hamba Allah dan khalifah-nya di muka bumi ini?

Ada beberapa contoh tindakan, misalnya dengan membacakan buku-buku cerita-cerita ilahiyah, kenalkan Allah dan segala konsep ilahiyah lainnya, lalu kisah-kisah perjuangan rasulullah dan para sahabat, dan berbagai kisah-kisah positif lainnya. Semua kisah itu akan membekas amat dalam ke dalam jiwa anak-anak kita! Lalu juga hindari cerita-cerita dan film-film televisi! Ingat kita adalah guru!

Insyaallah, jika betul-betul kita serius, bukan tidak mungkin yang akan kita lahirkan nanti adalah calon-calon pemimpin dunia! Dari tangan didikan kita lahirlah para jenderal, para profesor, para ilmuwan yang mampu mengubah dunia ini berada dalam ridlo Allah SWT. Amin ya allah ya rabbal ‘alamiin.


penulis: Nilna Iqbal
sumber: http://pustakanilna.com/bayi_belajar.html/

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Berbasis Masyarakat

Menurut Departemen Pendidikan Nasional Indonesia; Pendidikan anak usia dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan dengan memberi rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Dengan tujuan utama membentuk anak Indonesia yang berkualitas, maka PAUD merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat serta pemangku kepentingan lainnya. Diperlukan kesadaran serta program terpadu yang melibatkan masyarakat dan pemerintah untuk menjadikan pelaksanaan PAUD sebagai gerakan nasional.

Santana (4 tahun 5 bulan) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk anak yang beruntung karena orangtua dan keluarganya memperhatikan perkembangannya dan memiliki kesempatan memilih Kelompok Bermain sesuai dengan keinginannya. Dari tiga pilihan yang diajukan orangtuanya, Santana memilih sekolah dengan label tiga bahasa (Indonesia, Inggris, Mandarin). Mungkin pilihannya sesuai dengan keinginannya dan hal itu membuatnya nyaman dan membuat perkembangan fisik (motorik halus dan kasar), kecerdasan, serta sosio emosionalnya pesat sekali.

Dari anak pemalu di depan orang banyak, Santana menjadi berani tampil. Pada setiap kesempatan ulang tahun teman, acara publik seperti lomba mewarnai, bahkan pada acara rapat antara orangtua dan komite sekolahpun Santana selalu maju untuk menyanyi.

Pendidikan yang diperolehnya di kelompok bermain telah merangsang potensinya dalam berbagai hal. Saat ini Santana bahkan berani memutuskan untuk berlatih menyanyi di luar kelompok bermainnya.

Sebaliknya, sebagian besar anak-anak di daerah terpencil maupun kota dengan keterbatasan akses serta ekonomi orangtua, belum beruntung karena pendidikan usia dini yang mereka terima belum optimal. Di dalam keluarga, konsentrasi orangtua terfokus sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan primer sandang pangan.

Fakta di atas menunjukkan betapa pentingnya pendidikan anak usia dini di rumah dan kelompok bermain atau sekolah (TK/RA). Pendidikan tersebut akan menjadi pondasi bagi perkembangan anak baik akademis maupun non akademis di kemudian hari. Seberapa kokoh pondasi itu akan dibangun dan diletakkan sebagai dasar perkembangan anak ke masa depannya? Anak-anak di usia dini yang belum berdaya itu sangat mengandalkan peran orangtua, masyarakat, dan pemerintah.

Untuk mengatasi kesenjangan antra anak-anak yang beruntung dan anak-anak yang kurang beruntung, diperlukan kolaborasi antara masyarakat serta organisasi-organisasi yang ada dengan pemerintah. Katakanlah konsep ini sebagai Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Masyarakat. PAUD dapat dimasukkan ke beberapa program masyarakat yang sudah ada, misalnya lewat posyandu (pos pelayanan terpadu) dengan membentuk seksi pendidikan anak usia dini, juga dapat dimasukkan ke program PKK (pendidikan kesejahteraan keluarga). Alternatif lain jika dianggap posyandu dan PKK sudah syarat dengan beban rutin, adalah menjadikan PAUD bagian dari preventif Forum Penanganan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak. Tidak mendapatkan hak yang layak diperoleh anak juga merupakan bagian kekerasan yang tersembunyi di dalam rumah tangga.

Salah satu program Kantor Pemberdayaan Perempuan DIY dan Bagian Kesra Pemerintah Kabupaten Sleman Sub Bagian Pemberdayaan Perempuan adalah penanganan kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga. Tentu saja pemerintah tidak bisa menangani jenis kekerasan ini dengan aparat kepolisian dan keamanannya saja, melainkan melalui forum yang melibatkan lembaga swadaya masyarakat, organisasi massa, dan instansi pemerintah lintas sektor. Di Sleman, forum itu telah terbentuk meskipun masih mencari bentuk dan mekanisme penanganan korban secara lebih terpadu.

Alangkah baiknya jika salah satu divisi pada forum diarahkan untuk menangani isu PAUD seperti melakukan sosialisasi pentingnya PAUD, memberikan solusi PAUD murah dan berbasis masyarakat, bahkan mencarikan donatur bagi anak yang belum tersentuh PAUD karena kondisi khusus.

Dengan dijadikannya PAUD sebagai gerakan seperti halnya gerakan pemerintah dan masyarakat mencegah dan menangani kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap anak/pekerja anak maka kita bisa berharap bahwa setiap anak di bumi tercinta ini adalah anak-anak yang beruntung karena memiliki pondasi dasar yang cukup kuat untuk menjalani kehidupannya di masa mendatang.

Mursia Ekawati
FKIP Universitas Tidar Magelang
Jalan Kapten Suparman No. 39 Magelang
sumber: http://re-searchengines.com/0607ekawati.html

Bayi Itu Sudah Bisa Meniru, Bahkan Sejak Hari Pertama

Jika anda julurkan lidah ke arah bayi, bayi itu akan menjulurkan pula lidahnya kepada Anda. Bukalah mulut Anda, dan bayi pun akan membuka mulutnya. Sekilas kemampuan bayi seperti ini tampak biasa-biasa saja. Akan tetapi jika kita pikirkan sejenak, sebenarnya kemampuan ini sungguh menakjubkan.

Bukankah dalam rahim sama sekali tidak ada cermin? Jadi bayi belum pernah melihat wajahnya sendiri. Tapi bagaimana ia tahu, di mana lidahnya berada? Coba buktikan sendiri. Julurkan lidah Anda (jangan lupa lihat-lihat dulu sekeliling ya :) .

Cara untuk mengetahui bahwa Anda berhasil melakukannya ialah melalui kinestesia, yaitu suatu perasaan internal yang mendeteksi tubuh kita sendiri. Dan subhanallah, sungguh menarik sekali, setiap bayi mampu melakukan hal itu! Sekalipun ia belum pernah melihat bentuk wajahnya!

Karena itu pastilah bayi sudah memahami kesamaan antara perasaan internalnya dengan wajah eksternal yang ia lihat (yakni wajah Anda yang menjulurkan lidah padanya), yakni sebuah bentuk melingkar yang dari dalamnya keluar benda berwarna merah jambu panjang dan bergerak maju mundur. Bayi tidak hanya mampu melihat, namun ia juga mengenali bahwa wajah yang ia lihat mirip dengan wajahnya sendiri.

Kesalahan Yang Telah Berusia Lama

Selama bertahun-tahun “para ahli” berkeyakinan bahwa pikiran bayi kalah canggih dengan pikiran siput. Ketika lahir, bayi dianggap belum bisa melihat apa-apa. Mereka dimaklumi sebagai benar-benar “mahluk primitif” yang belum tahu apa-apa, tak bisa berbuat apa-apa. Secara harfiah, ia sama sekali “bukan apa-apa”.

Filosof abad ke-17 yang sangat termasyhur, John Locke, membuat sebuah metafora yang sampai hari ini masih ada dalam teks-teks referensi di sekolah-sekolah kita, bahwa setiap bayi adalah sebuah lembaran kosong. Terkenal sekali dengan ungkapan “tabula rasa”.

Pandangan ini sampai sekarang masih tetap hidup kuat dalam pemahaman kebanyakan orang tua. Maka banyak orang tua yang mengabaikan apa yang dipikirkan bayi dan anak-anaknya ketika mereka berperilaku. Bahkan tanpa sadar beberapa orang tua berani melakukan hubungan suami istri ketika berada di dekat bayinya. Mereka menganggap bayinya kan “tak tahu apa-apa”. Yang lebih banyak lagi bisa kita saksikan – mungkin juga di rumah-rumah kita sendiri- betapa banyak orang dewasa menonton televisi sambil menggendong bayinya. Padahal yang dilihat dan didengar itu adalah tentang kata-kata yang kasar, adegan-adegan kekerasan, atau lelucon maksiat yang murahan. Jangan-jangan ada pula yang nonton video porno sambil menyusui anaknya!

Riset psikologi perkembangan yang baru membuktikan bahwa pandangan bayi itu “tak tahu apa-apa” … sama sekali salah. Andrew Meltzoff, Ph.D, seorang professor psikologi di Universitas Washington, membuat penemuan yang mengagetkan sejak dua puluh tahun lalu. Ia membuktikan bahwa bayi mampu menirukan gerak manusia, bahkan sejak hari pertama!

Awalnya ia melakukan percobaan terhadap bayi usia 3 minggu. Agar dia yakin sekali bahwa bayi benar-benar melakukan peniruan, bukan “salah perkiraan” karena memang sulit membedakan ekspresi wajah bayi yang terus menerus berubah, Andrew merekam wajah-wajah bayi itu dalam videotape. Lalu dia menunjukkan rekaman-rekaman wajah bayi kepada orang lain, seseorang yang netral dan obyektif yang sama sekali tidak mengetahui apa yang telah dilihat oleh bayi ketika mereka memunculkan berbagai ekspresi wajah.

Professor Andrew berhasil membuktikan bahwa ada hubungan sistematis antara apa yang dilakukan bayi (yang dinilai oleh pengamat yang netral) dengan apa yang dilihat oleh si bayi (sehingga ia berekspresi tertentu).

Lebih jauh lagi, ia menunjukkan bahwa kemampuan meniru ini benar-benar adalah bawaan sejak lahir. Maka ia menyiapkan sebuah laboratorium di sebelah ruang pekerja di rumah sakit setempat dan meminta orangtua bayi agar memanggil dirinya jika si bayi hampir lahir. Selama setahun, dia terbangun pada tengah malam atau tergopoh-gopoh keluar dari sebuah rapat, terburu-buru lari ke rumah sakit, untuk mengetahui hasil lebih lanjut. Akhirnya ia berhasil menguji banyak bayi sebelum mereka berumur satu hari. Bayi termuda yang ia uji berusia hanya 42 menit. Bayi-bayi tersebut terbukti meniru gerak manusia!

Bayi dan anak-anak adalah seorang saintis,” tulis tiga orang professor psikologi terkenal, Alison Gopnik, Andrew N. Meltzoff dan Patricia K. Kuhl, dalam karya ilmiahnya, “The Scientist in the Crib: What Early Learning Tells Us About The Mind” (sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Kaifa berjudul Keajaiban Otak Anak).

Laksana seorang ilmuwan hebat, setiap bayi menyelidiki sifat benda-benda di sekitarnya. Mereka berpikir, mengobservasi, dan bernalar. Ibarat psikolog mereka juga berusaha membaca pikiran orang-orang yang dijumpainya. Dia membuat perkiraan, mengujicobanya, mempertimbangkan bukti, lalu menarik kesimpulan, melakukan eksperimen lagi, memecahkan masalah, mengoreksi bila ternyata kesimpulan itu salah dan terus mencari kebenaran. Hanya saja memang, mereka tidak melakukan semua ini dengan cara yang sadar-diri sebagaimana para ilmuwan melakukannya. Mereka adalah saintis dalam tubuh kanak-kanak!

Karena itu marilah kita berhati-hati ketika kita berada di dekat bayi dan anak-anak kita. Tak terkecuali ketika menggendong bayi kita yang masih berumur beberapa hari. Mereka belajar dari apapun yang kita ucapkan, yang kita lakukan. Semoga …


*** Penulis: Nilna Iqbal
sumber: http://pustakanilna.com/bayi-itu-sudah-bisa-meniru-bahkan-sejak-hari-pertama.html/

Mengajak Bayi Bicara Itu Penting Lho!

Ah, bagaimana mungkin? Bayi, kan, belum bisa berbicara. Jangan-jangan nanti dikira enggak waras. Mengapa penting mengajak bayi berbicara?

Jangan takut dianggap tak waras kala Anda mengajak si mungil berbicara. Bayi memang belum bisa berkata-kata, tapi tak berarti ia tak mampu untuk diajak berbicara.

Para ahli menganjurkan orangtua agar mulai mengajak berbicara anak sejak ia lahir dan jangan pernah berhenti. Biasakan untuk selalu mengomentari apa saja yang Anda lakukan terhadap si bayi. Misalnya, saat mengganti popok, memandikan, menyusui, dan sebagainya. Katakan padanya setiap saat tentang apa saja yang Anda lihat di sekeliling Anda, maupun apa yang sedang Anda lakukan untuk diri sendiri seperti membaca atau bahkan memasak.

Pokoknya, ngomonglah apa saja kepada si bayi. Tataplah matanya dan Anda pun akan takjub melihat betapa ia sangat menaruh perhatian selama Anda berbicara. Seringkali ia bereaksi terhadap apa yang Anda katakan, seperti menjerit kesenangan atau cemberut kala ada yang tak disukainya. Tak percaya? Silakan Anda buktikan.

PENDENGARAN TAJAM

Belajar berbicara, seperti dikatakan Dr. Adi Tagor, Sp.A., DPH dari RS Pondok Indah Jakarta, merupakan kunci penting untuk mengarahkan si bayi pada kemampuannya berbahasa yang timbul setelah usia setahun sampai tiga tahun. “Tujuannya mendorong perkembangan komunikasi verbal atau linguistic capability anak,” jelasnya.

Pada tahap awal, bayi memulai “pelajaran” berbicara dengan mendengarkan. Karena itu, Adi Tagor menasehati, “Biarkan bayi mendengarkan apa saja yang Anda katakan. Inilah langkah awal untuk memberinya pemahaman. Bila bayi banyak mendengar, ia akan cepat belajar bicara.” Kemampuan mendengar suara pada bayi, sudah ada sejak ia masih di kandungan, pada sekitar usia 3-4 bulan kehamilan. “Ada faktor intrinsik yang mengenal irama, kekerasan suara, frekuensi, dan nada-nada suara. Karena itu, bayi bisa menerima sinyal-sinyal meskipun belum mengerti,” terangnya.

Setelah lahir, pendengaran bayi menjadi sangat peka. Suara menjadi jelas terdengar karena tak terhalang air ketuban maupun dinding perut ibu. Nah, lewat sinyal-sinyal verbal yang dilemparkan (sinyal audio), bayi akan memberi reaksi. “Pada bayi lahir sampai usia 3-6 bulan, ada yang dinamakan refleks Moro. Jika mendengar suara keras, bayi akan bereaksi kaget dengan tangan ke atas. Bila ia tak bereaksi, mesti dicurigai si bayi tuli. Normalnya, reaksi ini menghilang di atas usia 6 bulan,” tutur Adi Tagor.

Ia pun bukan cuma mampu mendengar dengan jelas setelah lahir, tetapi juga bisa melihat. Kedua indera ini (audio-visual) sangat penting baginya untuk mengembangkan intelektualitasnya. Pada bayi baru lahir, karena matanya belum jelas melihat, maka beri jarak 30 centimeter agar ia bisa melihat ekspresi Anda kala Anda berbicara dengannya.

Dalam perkembangan selanjutnya, belajar berbicara sangat penting dalam rangka pengenalan lingkungannya. Sebab itulah saat mengajaknya bicara, berikan pula banyak rangsangan pada semua panca indera bayi. Sambil bicara, misalnya, pegang atau elus tangannya (indera raba-sentuh). Dengan memfungsikan seluruh panca inderanya, bayi akan mengenal keinginannya dan kemudian dapat mengungkapkannya setelah ia mampu berbicara.

MENIRU

Satu hal penting yang harus diketahui para orangtua, kata Adi Tagor, bayi sangat suka menirukan suara. Dengan mengajaknya banyak bicara, ia akan makin banyak mengenal kata, terutama warna (timbre), nada, dan lagu/intonasi verbal. Semua ini akan sangat membantu perkembangan berbicaranya.

Di sisi lain, bayi juga senang bila Anda menirukan apa yang ia katakan. Kala ia bersuara, “Uuu,” misalnya, tirukan dan ulangi kepadanya. Begitu pun jika ia bersuara, “Aaa.” Permainan menirukan ini akan menjadi dasar bagi bayi untuk menirukan bahasa Anda kelak.

Lantaran itu, lulusan FKUI tahun 1963 ini menganjurkan, Anda hendaknya berbicara dengan menggunakan bahasa yang benar, tidak cadel. “Jika bayi menerima sinyal audionya enggak baik atau tak jelas, maka proses keluaran (output) pun akan jelek. Seperti memfotokopi sesuatu dokumen yang jelek,” paparnya.

Selain itu, dengan menggunakan bahasa yang benar dan jelas ucapannya, di kemudian hari Anda tak perlu repot-repot melakukan “pembetulan” kata-kata yang digunakan si kecil. Sebaliknya, si kecil pun tak akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan lingkungannya.

PERKEMBANGAN BICARA

Sejak usia 2 bulan, terang Adi Tagor, bayi sudah bisa menirukan tinggi rendah dan lagu atau intonasi suara kita. Ia pun dapat membedakan suara satu dengan lainnya, memberi respon dengan tersenyum atau tertawa. Sampai usia 6 bulan, tampak pada bayi yang dinamakan cannonic babbling, yakni lontaran-lontaran suara atau ocehan.

Di usia 8 bulan, ia sudah mengerti beberapa suara dan kata. Hal ini sangat berguna untuk membantu perkembangan pemahamannya. Ia pun mulai bisa berteriak untuk mencari perhatian, berespon kala namanya dipanggil, dan tertarik saat ada orang berbicara meski tak langsung tertuju pada dirinya.

Di usia 9 bulan, normalnya si bayi sudah bisa bicara dalam arti word (kata) seperti “mama”, “mimi”, “pus”, yaitu nama yang merujuk kepada sesuatu maksud atau benda tertentu. Setelah umur setahun lebih, ia memiliki paling banyak 10-20 kata. “Lebih banyak dari itu berarti lebih bagus brain development-nya,” ujar Adi Tagor.

Bila konsentrasinya mulai ditujukan pada “pelajaran” berjalan, maka untuk sementara kemajuan berbicaranya menurun. Kendati demikian, tutur Adi Tagor, “Perkembangan bahasa setiap bayi tak selalu sama. Ini tergantung berbagai aspek, yaitu aspek genetik perkembangan fisik yang berkaitan dengan kemampuan berbicara dan kemampuan intelektualitas, serta rangsangan dari lingkungan.” Karena itu, lulusan Public Health National University of Singapore ini menekankan pentingnya peran ayah, ibu, dan orang lain di sekeliling si bayi untuk selalu mengajaknya bicara.

RANGSANGAN DINI

Tapi bagaimana jika si bayi tak juga menunjukkan respon untuk berbicara kala Anda mengajaknya ngobrol? Menurut Adi Tagor, ada beberapa sebab. Boleh jadi karena pendengarannya mengalami gangguan atau malah sama sekali tak bisa mendengar alias tuli. Bisa pula karena perkembangan otaknya (brain development) yang terganggu, sehingga perbendaharaan kosa katanya sangat minim.

Kemungkinan lain, ia menderita autisma, yakni ketidakmampuan berkomunikasi dengan lingkungan, asyik dengan dirinya sendiri, dan tertutup terhadap lingkungan.

Tapi Anda jangan panik dulu! Sejauh anak menirukan atau tak berhasil menirukan ucapan Anda, kemungkinan besar ia tak mengalami gangguan apapun. Yang penting, ia tetap menunjukkan kemampuannya berkomunikasi dengan lingkungan. Misalnya dengan menggunakan bahasa isyarat (body language), menunjuk sesuatu yang diinginkan atau mendorong sesuatu untuk menjauhkan dari yang tak disukainya.

Anda harus mendukung “bahasa khusus” tersebut bahwa kita mengerti apa yang dimaksud si bayi. Tentu saja tanpa melupakan tujuan akhirnya, yaitu percakapan yang sebenarnya. Jadi, manakala si bayi menunjuk pada botol susu, misalnya, jangan langsung membuatkannya susu dan kemudian memberikannya. Lebih baik tanyakan dulu, “Adi mau susu?” Tunggulah responnya. Jika ia mengerti pertanyaan Anda, ia mungkin akan mengangguk atau kembali menunjuk botol susu sambil mengeluarkan suara yang berarti, “Ya, Adi mau susu.”

Beberapa anak pada tahap ini hanya sulit untuk membentuk kata-kata. Hal ini biasanya akan terus berlanjut sampai masa prasekolah. Kadang sampai masa Taman Kanak-kanak atau kelas satu Sekolah Dasar, bila Anda tak segera mengatasinya. Nah, untuk mencegah keterlambatan berbicara, lakukan rangsangan dini (early stimulation), yakni membawa si bayi berkonsultasi ke klinik tumbuh kembang.

Pilihan lain, masukkan ia ke “sekolah”. “Bayi usia 6 bulan sudah bisa dimasukkan ke play group dini untuk peer education,” ujar Adi Tagor. Anak ditarik pada sebayanya (peer stimulation), sehingga belajarnya akan lebih mudah, karena ada rasa perlu bersaing dan ingin sama dengan teman sebaya.
Dedeh Kurniasih-nakita

sumber: http://anakbayi.com/artikel/mengajak-bayi-bicara-itu-penting-lho

Tips Mengajak Bicara Pada Bayi

1. Jangan Gunakan Kata Ganti
Bayi kecil masih sulit memahami “aku”, “saya”, “kamu”, atau “dia”. Itu bisa berarti ayah, ibu, atau nenek, atau bahkan dirinya sendiri, tergantung dari siapa yang mengajaknya berbicara.

Jadi, sebut diri Anda sebagai “Ibu”, “Mama”, atau “Bunda”, tergantung sebutan yang Anda pakai untuk membahasakan diri Anda kepada si bayi. Begitupun sebutan “Ayah”, “Kakek”, “Nenek”, dan lainnya. Anda dan orang lain pun harus menyebut atau memanggil si bayi dengan namanya.

2. Ajukan Banyak Pertanyaan
Penelitian menunjukkan, anak yang orangtuanya banyak berbicara “dengan” mereka dan bukan “kepada” mereka, akan belajar bicara lebih dini. Jadi, beri kesempatan si bayi untuk mengeluarkan suara, apapun jenis suaranya. Salah satunya dengan mengajukan pertanyaan.

Pertanyaannya bisa macam-macam dan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Diamkan sebentar setelah Anda mengajukan satu pertanyaan. Tunggu bagaimana reaksinya yang ditunjukkan dengan mengeluarkan berbagai suara. Kala ia merespon, balas kembali. Jikapun ia tak memberi respon, Anda tak usah kecewa. Ajukan saja pertanyaan yang lain.

3. Gunakan Bahasa/Kata Sederhana
Anda boleh menggunakan bahasa bayi seperti “pus” untuk kucing atau “guk guk” untuk anjing, dan lainnya. Yang penting, nantinya Anda menggunakan kata yang sebenarnya. Bahasa bayi, menurut Adi Tagor, tetap bahasa. Hanya artikulasinya lebih sederhana. “Word atau kata bayi tak harus sempurna. Asal ia bisa mengidentifikasikan pada satu benda,” terangnya.

Jadi, jangan paksa si bayi mengucapkan kata yang sulit. Kata “mama” dan “papa”, misalnya, lebih mudah bagi bayi ketimbang “ibu” dan “ayah”. Baik dari segi linguistik maupun fungsi susunannya.

Berbicaralah lebih lambat dan jelas dengan lagu/intonasi yang menyenangkan. Sehingga, si bayi mendapat kesempatan untuk menangkap kata-kata itu dan memahaminya. “Karena semua panca indera baru mengenal, kita beri dosis pelan-pelan. Bicaralah lembut dan jangan bertengkar di depan bayi. Paling cepat usia 2 minggu bayi sudah punya keinginan berkomunikasi. Reaksinya ketawa, dia menangkap dan mencoba meniru, lalu mengoceh. Malah usia sebulan ia sudah bisa mengoceh,” papar Adi Tagor.

4. Beri Rasa Tenang
Bayi memiliki bahasa suara instinctual. Artinya, secara naluri ia bisa tahu suara-suara kasih sayang atau bukan. Umumnya ini berhubungan dengan keras-lembutnya suara. Karena itu, jangan bicara pada bayi dengan mengolok atau mengejek, marah, dan kasar. Tapi berilah pujian dengan tulus.

“Kemampuan instinctual sudah ada pada usia 1,5 – 2 bulan. Lewat kedekatan, misalnya dalam gendongan ibu dan lewat suara-suara,” terang Adi Tagor. Perasaan ketenangan yang diperoleh saat ini memberi sumbangan pada kemahiran berbahasa atau kemampuan berbahasa yang tumbuh pesat setelah usia setahun.

5. Gunakan Musik Atau Menyanyi
Jangan khawatir bila suara Anda sumbang. Bayi tak akan peduli. Ia akan senang dengan apa pun yang Anda nyanyikan atau musik yang Anda perdengarkan. Umumnya lagu anak-anak bisa diterima oleh bayi. Sambil menyanyi, sertai pula dengan gerakan-gerakan tangan sehingga lebih memberinya makna.

Sering-seringlah mengulangi lagu atau pantun anak setiap hari kendati Anda sudah bosan. Selain si bayi memang suka pengulangan, juga akan membantu proses belajarnya. Ia akan terangsang untuk menirukan meski artinya belum ia mengerti. Pengulangan juga akan membantu bayi mengenali suara-suara khusus. “Mengenal orang lewat timbre atau warna suara, artikulasi, lagu-lagu, intonasi, juga bisa membuat si bayi meniru intonasi bahasa itu,” kata Adi Tagor.

6. Pusatkan Pada Kata-kata Tunggal

Setelah si bayi makin besar, mulailah memberi tekanan pada kata-kata tunggal. Misal, “Sekarang Mama akan mengganti popok Adit,” sambil Anda mengangkat dan menunjukkan popok kepadanya, “Popok, ini popok Adit.” Atau saat Anda berkata, “Sekarang Mama mau membuat jus melon untuk Adit,” lalu angkat melon itu dan tunjukkan, “Melon. Ini buah melon.”

Tetaplah berbicara dengan bahasa sederhana, jelas, dan lambat. Beri tekanan pada kata-kata yang sering dipakai dalam hidup bayi sehari-hari. Selalu berhenti sebentar sebelum Anda mengatakan kata selanjutnya, agar bayi punya banyak waktu untuk mengendapkan kata-kata Anda.

7. Gunakan Buku & Mainan
Bayi usia di atas 3 bulan sudah bisa diajak “membaca”. Gunakan buku cerita bergambar, ia pasti akan tertarik. Tunjukkan gambar-gambar itu sambil dijelaskan. Lalu tanyakan, “Mana bola?”, misalnya. Kelak ia akan mampu menunjukkan gambarnya.

Bisa pula dengan menggunakan mainan. Kebanyakan bayi sejak umur 6 bulan suka melihat wajahnya di depan cermin, lalu ia akan mengeluarkan suara-suara dari mulutnya. Beri ia mainan cermin kecil yang pinggirannya terbuat dari plastik. Tapi hati-hati, jangan biarkan ia bermain cermin sendirian.

Jika usianya sudah mencapai 12 bulan, Anda dapat memberinya telepon-teleponan atau boneka yang bisa bicara. Ini akan mendorongnya untuk bercakap-cakap.

8. Kalimat Perintah
Penting bagi bayi untuk belajar mengikuti perintah sederhana. Misalnya, “Cium Mama,” atau “Lambaikan tangan,” atau “Tolong berikan boneka itu pada Mama,” dan sebagainya. Tentu ia tak akan segera melakukan perintah Anda. Dengan pengulangan sambil memberi contoh, lama-lama ia akan melakukannya. Tapi kalau ia sudah “mahir”, sebaiknya Anda jangan tergoda untuk memperlakukan ia bak “ikan lumba-lumba” yang sudah dilatih dan meminta ia untuk melakukan “pertunjukan” mutakhirnya setiap kali ada pengunjung.

Dedeh
sumber: http://anakbayi.com/artikel/tips-mengajak-bicara-pada-bayi

Saturday 16 May 2009

Kiat Mengajarkan Matematika Kepada Bayi Berusia O – 1 Tahun

Bersamaan mulai berfungsinya mata seorang bayi dengan normal, sekaligus melihat fisik sekitarnya, proses pengajaran matematika sesungguhnya sedang berlangsung. Karena apa yang dilihatnya jelas berkaitan “batasan-batasan benda”, yang gilirannya pada “ukuran” dan “satuan”. Kemudian diperkuat sikap bermanja sang ibu dengan memperlihatkan benda-benda ke hadapannya, sebagaimana dalam usaha membuat si bayi beraksi.

Namun mengingat pamor matematika cenderung untuk konsumsi usia sekolah, sehingga apa yang dilakukan mereka itu seakan-akan tidak berkaitan dengan matematika. Akibatnya mereka tidak serius, dalam arti, bila ada kesempatan saja. Apalagi adanya predikat “jelimet”, “komplek”, dan “susah” yang dilekatkan pada tubuh matematika, tentu semakin membuat ibu tidak memprioritaskannya dalam jadwal pengasuhan.

Bila seorang ibu sudah bisa menerima perilakunya seperti itu sebagai proses pengajaran matematika juga, tentu akan semakin terangsang memberikan input kepada bayinya. Sekarang tinggal pada metode, bagaimana urutan prioritasnya ? Jangan sampai yang lambat dicerna didulukan ketimbang yang cepat ditangkap, karena itu namanya meloncat.

Nah … berikut ini akan disampaikan beberapa kiatnya (kita batasi pada aritmatika : salah satu cabang dari Matematika) “MEMPERLIHATKAN BOLA”

Perlihatkanlah sejumlah bola dengan beberapa kali pindah posisi, yang berwarna gelap dan berbahan sama. Diameternya lima ukuran saja dulu, 1 cm s/d 5 cm, yang rasanya standar dengan daya penglihatannya. Bukankah puting susu dan daerah hitam pada payudara, yang umumnya sering dilihat bayi ketika mulai menyusu, sekitar itu juga ?

Penampilan awalnya hendaknya berurutan dengan selisih waktu yang cukup. Tampilan acak dilakukan bila bayi sudah akrab. Pada waktunya timbul kesan adanya perbedaan dan persamaan, yakni ketika semuanya diperlihatkan, serta membandingkan besar kecilnya. Dipilih lingkaran mengingat kesempurnaan, kesederhanaan, dan keteraturannya, meskipun diproyeksikan ke bidang, sifat yang tidak dimiliki bangun lainnya.

Satu ukuran yang warnanya berlainan pun boleh, asal tajam serta sudah populer pada diri manusia sepanjang hidupnya. Hitam, hijau, merah, biru, dan kuning, misalkan. Mana sajalah dulu yang dipakai. Substansinya hampir sama juga, hanya jenisnya lain. Ketika tahap sekaligus, pengertian lainnya muncul pada bayi, tepatnya kaitan warna, ukuran, dan satuan melalui penggabungan dua macam input monumental yang sudah dikuasainya.

Pakailah lima bola berdiameter sama serta bisa digenggam. Sebanyak lima kali diperlihatkan, yang masing-masing diambil satu, …, dan lima. Ini untuk pengurangan. Sebaliknya penjumlahan dengan menambahkan satu, …, sampai empat pada bola yang tergenggam. Mengingat ciri khas pada setiap jumlah bola yang sering dilihatnya, bayi pun akan melihat kejanggalannya ketika dikurangi atau ditambah. Intersan serupa yang muncul sebentar-sebentar membuatnya semakin memahami hakikat “bertambah” dan “berkurang”, yang ditandai perubahan luas kelompok. Apalagi pada peragaan bola yang diameter dan warnanya beragam. Pemahamannya tidak lagi terikat dengan ukuran, tetapi pada jumlah bola yang tampak.

Adanya perasaan “terpisah bila sendiri” dan “bersama saat digendong”, yang sudah muncul sebelumnya, sedikit-banyak ikut mempercepat pemahaman tersebut. Bila sudah maksimal barulah bangun lain dilibatkan yang kerumitannya setingkat di atas bola, yaitu kubus, mengingat ketiga sifat bola tersebut masih terkandung juga di dalamnya. Proses pengajarannya sama. Hanya waktunya semakin pendek karena formulanya sudah terjaring pada otak bayi dalam pengajaran bola. Tinggal mengaplikasikanya pada kubus. Bak mudahnya siswa SD menjawab “2 mangga + 3 mangga” di rumah hanya karena sudah memahami hakikat “4 permen + 1 permen” di sekolah. Bisa diteruskan dengan menampilkan keduanya, kotak dan bola, dalam setiap peragaan. Ukuran dan warna tidak perlu dipersoalkan lagi, karena yang dibahas terbatas pada Aritmatika. Masalah jumlah sebaiknya tidak beranjak dari lima, agar semakin memperkuat basis intelektualnya. Toh nanti akan terangsang untuk mempertanyakan objek dengan jumlah berikutnya.

Akhirnya bayi akan benar-benar menganggap “gabungan” dan “pisahan” bisa dilakukan dengan benda apa saja. Terutama setelah bangun-bangun lainnya diperagakan. Pengertiannya tidak akan terpaku pada seragam atau beragam. Yang penting tampak langsung. Misalkan, setelah melihat dua bola dan tiga kotak di meja, yang penyimpanannya dengan tenggang waktu beberapa detik, ia pun mengerti adanya lima buah benda. Tentu saja dalam setiap pengajaran diselingi dengan mengajak bayi melihat benda-benda yang mudah diinderainya di berbagai ruang di rumah. Selesai memperagakan “dua bola”, misalnya, bisa dilanjutkan dengan memperlihatkan kedua mata kita. Pokoknya yang sepadan serta sering tampak.

Tiada lain untuk membentuk karakter “pengasosiasian”, sehingga terasalah, apa yang diajarkan terhubungkan dengan apa yang dilihatnya. Terang saja bila dua lemari yang diperlihatkan akan susah, karena matanya belum sanggup dipakai untuk melihatnya sekaligus. Bisa-bisa ia memandangnya sebagai satu benda saja. Berarti tidak nyambung. Dua kaki pun sama, mengingat jarang tampak, sehingga kurang ampuh untuk memperkokoh pengertian. Lagi pula jarang orangtua memperlihatkan kakinya. Terlihat oleh bayi pun mungkin tidak.

“MENYERTAI KEHIDUPAN BAYI”

Jadi pengajaran ini dimaksudkan untuk menyertai kehidupan bayi sehari-hari, khususnya dalam memandang benda-benda, serta merangsangnya menghubungkan satu sama lain. Bayi yang sudah sering melihat payudara ibunya, maka dengan peragaan “dua bola” dan “tiga kotak”, masing-masing segera terbayang olehnya akan “persamaan” atau “perbedaan” intuisinya. Sebaliknya bila tidak, bayangan itu memang akan muncul juga. Tetapi tidak akan secepat itu. Persis dengan dua WNI yang ber-IQ sama disuruh mengumpulkan sejumlah kata dengan awalan huruf tertentu. Apakah sama cepat bila salah satunya menggunakan kamus ? Tidak toh ! Ingat ! Kemampuan menyerap pengajaran matematika pada siswa kelas I SD tidak hanya tergantung tingkat kecerdasan, juga pengalaman era pra sekolah berupa frekwensi pengamatan objek- objek melalui peragaan seperti contoh di atas di samping langsung terhadap objek-objek sekitarnya.

Tidak heranlah bila banyak ilmuwan berkata bahwa banyaknya memori semacam itu terpatri pada bayi akan mempengaruhi daya : kreatif, kritis, atau aktifnya kelak. Terlebih otak saat itu sangat ampuh untuk merekam. Sesungguhnya “masih bayi” tidak tepat dijadikan alasan untuk menangguhkannya. Mendingan alasan “takut salah”. Tetapi terakhir ini perlu ditindaklanjuti dengan mencari metodenya. Bila diam saja itu namanya nrimo !

“BERAKOMODASI DENGAN FISIK/MENTAL BAYI”
Hanya sebagai konsekwensi fisik/mental bayi masih rawan, caranya harus serba telaten. Dengan kata lain, sesuai dengan karakteristik khasnya. Bagaimana memanjakan dan mencermati dalam memandikan, membobokan, dan menyusui demikian juga hendaknya dengan pengajaran matematika.

Jangan coba-coba berpedoman pada sistem untuk anak usia sekolah. Metode TK pun belum saatnya dipakai. Pokoknya sesuaikan saja dengan dunianya pada usia tersebut. Waktunya harus tepat, ketika badannya sedang bugar dan wajahnya sedang ceria. Syukur-syukur kamar pun tenang dan adem. Jangan sampai alat peragaannya menimpa badan, apalagi mukanya, karena dikhawatirkan menimbulkan trauma, yang gilirannya bersikap kapok. Taroklah terjadi juga. Pertimbangkanlah mencari alternatif sepadan. Misalkan warnanya diganti. Bila bayi tiba-tiba rewel segera hentikan. Ikuti dulu kemauannya. Apakah mau digendong, tidur, atau menyusu ? Bisa juga karena popoknya kurang memuaskan atau terkena kencing. Pokoknya kita harus mempunyai kira-kira, kapan si bayi dalam kondisi prima dan gembira. Untuk itu pribadi khasnya harus dipahami pada berbagai suasana.

“MEMPERDENGARKAN ANGKA”

Sebutan angka, satu, dua, dan seterusnya,cukup diperdengarkan secara berurutan, pelan, dan bernada. Tanpa itu akan memberi kesan heboh, kaku, dan marah, yang bisa membuatnya terkejut dan menangis, sehingga tidak termakan sedikit pun.

Mengingat pendengaran bayi sudah berfungsi ketika masih dalam rahim, berarti itu bisa dilakukan sejak lahir. Memang mulanya tidak akan mengerti juga. Tetapi karena sering didengar, akan irama verbal akan terekam juga. Berarti kelak semakin mudahlah bayi mengucapkannya ketika sudah bisa berbicara. Tinggal nanti mengaplikasikannya ke sejumlah benda yang terkait, sehingga ia pun akan mengerti, apa yang dimaksud dengan masing- masing. Proses pengajaran ini bisa dilakukan setelah usianya setahun. Semua itu akan memberikan kredit point terhadap wawasan intelektual. Substansinya tidak bisa dianggap kecil. Demikian juga terhadap kemampuannya bergulat seputar matematika di bangku sekolah. Sering kita lihat beberapa mainan/makanan kesukaan bayi berusia dua tahun diambil saudaranya secara diam-diam. Reaksinya beragam, “saat itu juga”, “beberapa detik kemudian”, atau “tidak sama sekali”. Ini mengindikasikan daya hitungnya yang berlainan, terlepas pelit-sosial, takut-berani, dan cuek-pedulinya. Celakanya bila sampai dilakukan orang luar, sementara harganya mahal dan nilainya tinggi. Jadi sesungguhnya dengan pendidikan sejak lahir itu akan memperbesar “daya kritis” di kemudian hari, khususnya sikap tanggap terhadap perubahan hak miliknya.

“MILYARAN NEURON BAYI”

Sejak lahir otak manusia yang terdiri dari milyaran neuron itu sudah siap dianyam menjadi jalinan akal melalui masukan berbagai fenomena yang datang dari kehidupannya sehari-hari. Jadi tiada alasan untuk memisahkan bayi dengan matematika sampai usia sekolah, mengingat keduanya sudah berintegrasi otomatis sejak dini. Walaupun sifatnya “autodidak”, berdasarkan pengideraan sehari- hari, namun dasar-dasar pengajaran matematika sudah diperolehnya, yakni yang berlangsung secara alamiah. Warna iramanya perlu dikenali sebagai referensi. Kemudian dikembangkan dengan memperkenalkan materi pengajaran yang kira- kira akan membuat si bayi merasakan adanya sambungan memori.

Taroklah bayi sudah sering melihat benda berjumlah “satu”, “dua”, dan “tiga”. Bukan berarti materi selanjutnya dengan lambang bilangan “empat”, karena akan bengong, tetapi dengan memperlihatkan benda yang jumlahnya “empat”, agar perbendaharaan memorinya semakin banyak. Tanpa memperhitungkan irama, itu ibarat seorang guru TK yang menyanyikan sejumlah lagu, tetapi masing-masing hanya pada bait pertama, dengan alasan, bisa dilanjutkan di rumah. Nah … bagaimana pun setiap muridnya akan merasa kurang sreg atau belum lengkap. Perasaan kecewa seperti inilah membawa mereka malas mendengarkan, apalagi mengikutinya.

“PENUTUP”

Akhirnya berpulang pada antusias mereka yang berkompeten untuk merintis sampai mengwujudkannya sebagai budaya pendidikan segmen matematika di kalangan bayi baru lahir. Maka seyogyanya dipikirkan sejak dini. (Nasrullah, bidang studi : Reformasi Sains Matematika Teknologi)

Nasrullah Idris
Jl H Samsudin No 1
Bandung 40252
Indonesia
sumber: http://re-searchengines.com/nidris.html

Menengok PAUD Menuju Generasi Super

oleh: Mohammad Muchsin
Pengurus PAUD Pandawa Lima dan Pemerhati Pendidikan

Hingar bingar ujian nasional (Unas) tahun ini mulai redup setelah diumumkannya hasil unas mulai tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah atas. Kini kita menyongsong tahun ajaran baru yang harus lebih baik dari tahun sebelumnya. Depdiknas dengan kepercayaan dirinya tetap menjadikan Unas sebagai standar kelulusan siswa dan pemicu peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Setiap tahun Depdiknas tanpa ragu menaikkan standar nilai kelulusan Unas. Standar mininal nilai Unas 2008 adalah 5,25, naik 0,25 dari tahun 2007. Menurut Mendiknas Bambang Sudibyo kemungkinan akan dinaikkan menjadi 5,5 pada tahun 2009. Kebijakan ini bukan tanpa kontroversi, pro dan kontra terus mengisi ruang publik. Banyak yang menganggap kebijakan menjadikan Unas sebagai standar kelulusan siswa adalah pengebirian bakat dan kemampuan siswa yang beragam.

Pendidikan Sepanjang Hayat Menuju Generasi Super

Pendidikan sepanjang hayat. Sebuah jargon yang tidak bisa dijadikan hanya sebagai pemanis dalam beretorika. Sistem pendidikan di Indonesia yang telah terbungkus oleh pemikiran konservatif dan usang semakin mengkerdilkan makna pendidikan sepanjang hayat dan tak mampu menciptakan generasi penerus yang memiliki kemampuan ‘super’. Kemampuan super ini bukan berarti sebuah kekuatan fisik layaknya Superman, atau kekuatan magis dan supranatural seperti Hary Potter. Tapi manusia super di sini adalah manusia yang memiliki kecerdasan, kearifan dalam hidup, dan menjadikan ilmu yang dimilikinya sebagai ladang amal. Manusia super adalah manusia yang menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu bermanfaat untuk orang lain. Ia tak pernah lelah menuntut ilmu dan tak perhitungan memberikan ilmunya untuk orang lain. Semua yang didapat oleh seorang manusia super itu melalui proses belajar sepanjang hayat secara wajar tanpa kekuatan magis yang membuat samar antara tauhid dan kemusyrikan.

Selama ini, terutama sebelum dibentukya Direktorat PAUD Depdiknas dan keluarnya Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, sadar atau tidak sistem pendidikan kita lebih bekutat pada pendidikan formal yang berjenjang. Sehingga Pendidikan Anak sejak Usia Dini (PAUD) terlupakan. Taman Kanak kanak (TK/ RA) adalah PAUD formal, namun tidak semua anak dapat merasakan pendidikan di TK/ RA, dan usia mereka pun yang telah mencapai 5-6 tahun. Sementara mereka yang berusia 0- 6 tahun banyak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini secara baik dan benar. Menurut data Depdiknas pada pada akhir tahun 2007 jumlah anak yang terlayani PAUD formal dan non formal sebanyak 28 juta anak atau 48 persen. Kerja keras Direktorat PAUD Depdiknas memang sudah terlihat, karena pada tahun 2004 saja, dari 28,2 juta anak usia 0-6 tahun baru 28,3 % yang terlayani oleh PAUD formal maupun non formal. Namun usaha keras tetap harus dilakukan karena masih lebih dari 50 persen anak belum terlayani PAUD.

Keluarga Sebagai Pilar Utama PAUD Informal

Ujung tombak pendidikan anak usia dini adalah keluarga, terutama peran kedua orang tua. Orang tua terutama ibu menjadi pendidik utama dan pemberi pondasi pendidikan anak. Undang Undang Sisdiknas mengatakan pendidikan anak usia dini sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dari definisi ini tentunya sangat baik jika PAUD langsung dilakukan oleh orang tua sendiri. Karena orang tualah yang lebih tahu siapa dan bagaimana anaknya untuk diarahkan dan dibimbing sesuai kemampuan dan kepribadiannya yang khas. Alangkah lebih baik lagi jika orang tua melakukannya sejak anak dalam kandungan. Seperti memper­dengarkan ayat suci atau musik yang dapat memacu kecerdasan anak sejak dalam kandungan.

Namun yang menjadi permasalaan di tengah masyarakat saat ini tidak semua orang tua mampu mengambil peran penuh dalam mendidik anaknya sejak dini. Ada yang memiliki banyak waktu namun bekal ilmu dan pendidikan yang dimiliki orang tua sangat terbatas sehingga tidak dapat mendidik secara baik dan benar. Di lain pihak banyak mereka yang berpendidikan bagus namun tidak memiliki cukup waktu untuk mendidik anak secara optimal. Taman kanak kanak (TK) sebagai PAUD formal memang dapat mengakomodir, namun seperti penulis sebutkan sebelumnya TK hanya menyerap anak usia 5-6 tahun, dan tidak semua orang tua mampu memasukkan anaknya ke TK.

Dari permasalan ini tentunya sangat sulit bagi kita untuk menciptakan manusia-manusia super yang penulis maksud di atas, karena tidak berkesinambungannya pendidikan anak di usia dini. Padahal hasil penelitian di bidang neurologi membuktikan bahwa perkembangan intelektual telah mencapai 50 persen ketika anak berusia empat tahun, 80 persen setelah berusia delapan tahun, dan genap 100 persen setelah berusia 18 tahun. Hasil kajian ilmiah para ahli juga menunjukkan usia 0-6 tahun merupakan masa perkembangan dan pertumbuhan yang sangat menentukan kualitas anak dan generasi selanjutnya. Oleh karena itu masa emas yang hanya seumur hidup sekali ini jangan sampai terlewatkan. Tentunya menjadi pekerjaan rumah Depdiknas untuk terus mensosialisasikan pentingnya pendidikan anak usia dini.

Pengembangan PAUD Non Formal

Misi Direktorat PAUD Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Depdiknas dalam meningkatkan perluasan dan pemerataan akses layanan PAUD (melalui penyelenggaan PAUD yang mudah dan murah, tetapi bermutu) harus kita dukung.

Upaya yang telah dilakukan telah banyak mendapat du­kungan dari organisasi massa perempuan dan Posyandu cukup efektif mem­bangun PAUD yang mudah, murah, dan bermutu. Jumlah anak yang terlayani PAUD Non Formal yang terdiri dari Tempat Penitipan Anak (TPA), Kelompok Bermain (KB), Satuan PAUD sejenis atau SPS, dan Taman Pendidikan Al Qur’an (TPQ) pada tahun 2004 sebanyak 2,9 juta. Dua tahun kemudian meningkat menjadi 8,3 juta. Hal ini tentunya sebuah grafik yang menggembirakan. Namun jika tidak ada inovasi baru, perkem­bangan PAUD akan stagnan sebelum mencapai target yang ditentukan Direktorat PAUD sebesar 9,9 juta anak terlayani PAUD non formal di tahun 2009. Menurut penulis jumlah 9,9 juta anak yang ditargetkan masih relatif kecil dibanding jumlah anak 0-6 tahun di Indonesia yang tahun 2006 saja mencapai 28,3 juta anak, apalagi di tahun 2009 nanti jika program KB tidak berjalan baik. Oleh karena itu target minimal tersebut jangan sampai tidak tercapai.

Salah satu cara yang menurut penulis juga perlu digecarkan selain melalui organisasi ibu seperti Aisiyah Muhammadiyah, Muslimat NU, PKK, dan Pos­yandu, yaitu pendekatan terhadap para tokoh masyarakat dan mereka yang memiliki pengaruh cukup kuat di tengah masyarakat. Kepedulian terhadap pendidikan anak usia dini memang lebih banyak didominasi oleh kaum ibu, namun kaum bapak sudah semestinya juga ditingkatkan, terutama mereka yang memiliki pengaruh di tengah masyarakat.

sumber: http://opiniindonesia.com/opini/?p=content&id=494&edx=TWVuZW5nb2sgUEFVRCBNZW51anUgR2VuZXJhc2kgU3VwZXI=

Renungan :

Setiap Anak terlahir JENIUS. Kadang 6 tahun pertama, para orang tua membuatnya tidak menjadi jenius.
(Bukminster Fuller)

MATAHARI EDUCARES