Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Toko Online terpercaya www.iloveblue.net
Toko Online terpercaya www.iloveblue.net

Tuesday, 12 May 2009

Menyoal PAUD ke Depan

Depdiknas menargetkan, pada tahun 2009, jumlah anak yang mendapatkan layanan program studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebanyak 15,3 juta anak. Agenda itu, kata Dirjen PLS Depdiknas Ace Suryadi, penting dilaksanakan, sebab ia amanat UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Program PAUD juga hal penting dilaksanakan sedini mungkin dan menjadi kebutuhan masyarakat. Dalam dimensi kehidupan bernegara, anak adalah penentu kehidupan di masa akan datang. Usia dini merupakan masa emas, namun sekaligus masa sangat kritis dalam perkembangan anak. Berbagai hasil penelitian mengungkapkan, perkembangan kecerdasan anak 50% dicapai pada usia 4 tahun, 80% pada usia 8 tahun, dan 100% pada usia 18 tahun.

Ditilik dari hak asasi, PAUD juga sangat ditekankan. Setelah diperjuangkan sejak 1923, saat Eglantyne Jebb membuat rancangan Deklarasi Hak Anak, akhirnya pada 20 November 1989 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Konvensi Hak Anak (KHA). Salah satu hak anak itu adalah hak atas pendidikan (pasal 28 dan 29). Termasuk di dalamnya pendidikan bagi anak usia dini (PAUD), yaitu pendidikan bagi anak yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun.

Atensi terhadap PAUD ini kian menguat dalam Konferensi Pendidikan Sedunia (2000). Pada pertemuan yang dihadiri 185 negara tersebut, dilansir deklarasi Dakar-Senegal bertajuk Education For All. Salah satu item deklarasi itu adalah memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan PAUD, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung. Deklarasi ini sangat cocok dengan kondisi di Indonesia, tidak saja karena tingginya jumlah anak-anak rawan dan kurang beruntung, tapi juga karena hingga saat ini atensi atas PAUD masih sangat minim.

Sebetulnya sasaran PAUD bukan anak-anak saja, melainkan juga menyangkut orangtua anak, keluarga anak, pendidik dan pengelola PAUD. Ini juga menjadi kekhasan dalam PAUD di mana anak, orangtua, keluarga, pendidik dan pengelola merupakan kesatuan terpadu untuk menyukseskan pendidikan itu. Inilah sebabnya pelayanan terpadu yang meliputi berbagai sasaran tadi amat dibutuhkan.

Persoalannya, apakah pendidikan usia dini di Indonesia telah berjalan baik dan menjangkau semua sasaran? Jawabnya: belum! Prof Ki Supriyoko (2005) menulis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif, PAUD di negara kita jauh dari memadai, apalagi membanggakan. Bahkan ada kesan, PAUD kita selama ini terabaikan.
Data Tim ‘Education For All’ Depdiknas juga menunjukkan, dari sekitar 26,1 juta anak Indonesia usia 0-6 tahun (usia dini), baru 28% memperoleh layanan pendidikan dini. Kondisi ini membuat Indonesia berada pada peringkat di bawah negara-negara lain yang memiliki pendapatan per kapita rendah dalam persoalan partisipasi pendidikan dan pelayanan usia dini.

Anak-anak usia dini tersebut ditampung di 582 Taman Penitipan Anak (0,05%), 4.035 Kelompok Bermain (0,13%), 316 Posyandu Terintegrasi PAUD, 41.430 Taman Kanak-kanak/TK (6,5%), 8.097 Raudatul Athfal/RA (1,4%), Bina Keluarga Balita (9,6%), dan 663 Pusat PAUD. Sayangnya, hampir 99% institusi PAUD merupakan institusi swasta. Itulah sebabnya, nuansa ‘bisnis’ juga tampak (NU Adiningsih, 2005). Sudah bukan rahasia, kian tahun, biaya memasukkan anak ke TK/RA/taman bermain, makin mahal.

Sri mengungkapkan, di Indonesia terdapat 26,1 juta anak usia nol hingga enam tahun. Sebanyak 52% dari angka tersebut atau 13,5 juta berusia nol hingga tiga tahun, dan sisanya 48% atau 12,6 juta berusia tiga hingga enam tahun. Namun jumlah fasilitas belajar dan pengasuhan anak usia dini masih sangat terbatas. Ini juga didukung masih terbatasnya ketersediaan fasilitas yang konvergen dalam hal pengasuhan dan pendidikan maupun gizi dan kesehatan untuk anak usia dua hingga enam tahun. ‘Tahun 2004, hanya 316 Posyandu yang memberikan layanan pengembangan anak usia dini dari 663 layanan untuk anak usia dini di pedesaan di Indonesia,’ jelasnya.

Selain itu, informasi penerapan pengembangan anak usia dini secara holistik juga sangat minim. Demikian pula dengan kurangnya kesempatan orangtua di pedesaan untuk memperoleh pemahaman mengenai penerapan pengembangan anak usia dini secara benar. Di lain pihak, ujar Sri, minimnya koordinasi antarinstansi dan institusi terkait dalam perencanaan dan penerapan intervensi pengembangan dan pen-didikan anak usia dini berakibat pada pemberian layanan ini menjadi terkotak-kotak.

Untuk mengatasi kondisi itu, perlu dikembangkan program pengembangan anak usia dini yang komprehensif untuk keluarga dan masyarakat tak mampu di daerah pedesaan. Tujuannya untuk menjamin agar semua anak mempunyai akses layanan perawatan dan pengembangan anak usia dini yang berkualitas, serta meningkatkan kesadaran dan keterampilan orangtua, kader, dan pelaksana program PAUD.

Sementara untuk PAUD secara umum, dengan adanya realitas rendahnya jumlah anak usia dini yang telah terlayani pendidikannya dan sedikitnya lembaga penyelenggara PAUD bermutu, dibutuhkan upaya-upaya nyata untuk melayani anak-anak usia dini. Konkritnya, PAUD harus memperoleh tempat dalam sistem pendidikan nasional. Tentu saja pelayanan pendidikannya tidak sembarang pelayanan, tapi dibutuhkan suatu model pelayanan efektif bagi perkembangan anak itu sendiri.

Akhirnya, penting untuk direnungkan: kalau secara umum sering disebutkan bahwa kualitas pendidikan kita rendah dibanding kualitas pendidikan di negara-negara lain, maka akar masalah sesungguhnya ada pada terabaikannya PAUD selama ini. Ini tentu penting segera diatasi!

sumber: http://www.hupelita.com/baca.php?id=58389

No comments:

Post a Comment

Renungan :

Setiap Anak terlahir JENIUS. Kadang 6 tahun pertama, para orang tua membuatnya tidak menjadi jenius.
(Bukminster Fuller)

MATAHARI EDUCARES